Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenhub Geram Masih Ada Diler Nakal yang Tawarkan Truk ODOL

Kompas.com - 20/10/2021, 08:02 WIB
Stanly Ravel

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu penyumpang peredaran truk Over Dimension Over Loading (ODOL), ternyata datang dari jaringan diler yang memasarkan kendaraan niaga di Indonesia.

Kondisi tersebut membuat Budi Setiyadi, Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubdat) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) geram, lantaran banyak bukti yang menunjukkan diler dari beragam agen pemegang merek (APM) masih menawarkan truk ODOL bagi calon konsumennya.

"Kami ingin APM, termasuk diler-diler yang tersebar di Indonesia tidak melakukan penjualan, memberikan iming-iming kepada calon pembelinya untuk kendaraan yang tidak sesuai atau kendaraan yang dimensinya tidak comply dengan regulasi," ujar Budi dalam webinar dengan para APM dan karoseri terkait penanganan ODOL, Selasa (19/10/2021).

Baca juga: Saran KNKT agar Kecelakaan Truk Trailer di Jalanan Berkurang

Budi mengatakan, dari hasil pengawasan, beberapa diler di daerah yang menjual kendaraan komersial masih berani terang-terangan menawarkan truk dengan dimensi yang tak sesuai aturan bagi calon konsumennya.

Kecelakaan truk tanah yang menimpa sebuah mobil Daihatsu Sigra di Jalan Imam Bonjol, Kota Tangerang, Kamis (1/8/2019). Dalam peristiwa ini, 4 orang tewas, dan satu orang balita selamat.Instagram Kecelakaan truk tanah yang menimpa sebuah mobil Daihatsu Sigra di Jalan Imam Bonjol, Kota Tangerang, Kamis (1/8/2019). Dalam peristiwa ini, 4 orang tewas, dan satu orang balita selamat.

Hal tersebut dilakukan bukan karena diler tidak tahu aturan, melainkan demi memenuhi target penjualan dengan mengikuti kehendak dari konsumennya.

Padahal, menurut Budi, langkah itu bisa memberikan dampak kerugian yang sangat besar, baik untuk negara dengan kerusakan jalan, kecelakaan, serta bagi konsumennya sendiri.

"Saya tahu dari APM itu tidak, karena menjualnya dalam bentuk sasis. Tapi begitu sampai ke diler dan karoseri, banyak yang tidak comply, bak ditinggikan dan dipanjangkan, sesuai dengan keinginan konsumen walaupun tahu itu tidak boleh," ucap Budi.

"Walaupun dari sisi marketing pasti demikian, tapi jangalah kemudian mengorbankan aspek yang lebih besar yang tidak diterima langsung oleh diler. Apa sih aspeknya, yaitu keselamatan dan kerusakan jalan," katanya.

Baca juga: Iklan Jadul Toyota Kijang, Masih Jadi Kendaraan Niaga

Ratusan kendaraan niaga terjaring operasi ODOL di Cipularang Ratusan kendaraan niaga terjaring operasi ODOL di Cipularang

Akibat dari diler APM yang tak berkomitmen, berimbas pada keselamatan dan kerusakan jalan yang menjadi kerugian terbesar selama ini.

Hal tersebut menurut Budi tidak dirasakan diler, karena hanya sekadar menjual. Sementara di lain sisi, negara harus menanggung beban biaya Rp 43 triliun setiap tahunnya hanya untuk memperbaikan jalan.

Budi mengatakan, beberapa waktu lalu Menteri Perhubungan (Menhub) dan Menteri PUPR mendapat teguran dari beberapa pemerintah daerah akibat kerusakan jalan yang sangat masif karena ODOL. Bukan hanya di jalan nasional, tapi juga provinsi dan kabupaten kota.

"Jadi bagi seluruh diler, Mitsubishi, Hino, Isuzu, UD Truck, dan sebagainya, akibat dari mengabaikan aspek aturan kerugian terbesar adalah keselamatan dan kerusakan. Rp 43 triliun harus menanggung bukan untuk membangun jalan baru, tapi hanya memperbaiki jalan rusak karena ODOL," ucap Budi.

Baca juga: Jangan Hanya Mengandalkan Jembatan Timbang untuk Jerat Truk ODOL

Ilustrasi antrean truk dan para pemotortribunnews.com Ilustrasi antrean truk dan para pemotor

"Kami ingin mengetuk hati dan meminta sumbang sih saudara (APM dan diler) untuk berperan bagi bangsa dan negara supaya lebih baik dalam bisnis proses, ekosistem transportasi logistik dengan tidak lagi menjual truk yang tidak sesuai aturan," lanjutnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com