Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KNKT Beberkan Fakta Terkait Kecelakaan Maut Truk di Breksi, Yogyakarta

Kompas.com - 17/09/2021, 17:12 WIB
M. Adika Faris Ihsan,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pada awal September, tepatnya Jumat (3/9/2021), terjadi kecelakaan maut yang dialami truk pengangkut batu di Jalan Breksi, Sambirejo, Kapanewon Prambanan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.

Dalam investigasinya, Senior Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan menjelaskan sejumlah temuan di lapangan.

Pertama, ia menyebutkan bahwa Jalan Breksi dengan panjang 1,83 kilometer dan perbedaan ketinggian hingga 191 meter membentuk jalur turunan curam dengan gradien hingga 35 persen. Bentuk jalur semacam ini akan sangat berbahaya bagi sebagian jenis kendaraan.

Baca juga: Hasil Investigasi Kecelakaan Mantan Bos Jeep Indonesia Terungkap

"Contoh kendaraan yang sangat berisiko pada daerah dengan topografi seperti itu adalah truk, bus, dan sepeda motor jenis skuter matik (skutik)," ungkap Wildan.

Wildan pun menjelaskan bahwa truk di Indonesia yang bukan ditujukan sebagai angkutan tambang berspesifikasi khusus, hanya didesain dengan kemampuan torsi untuk melalui jalan dengan gradien di bawah 30 persen.

"Jika truk biasa mendaki jalan di atas grade yang tertera dalam spesifikasi teknis, maka kendaraan tersebut berisiko mengalami malfungsi seperti overheat, vanbelt putus, hingga blok mesin pecah," katanya melanjutkan.

Baca juga: Ganjil Genap Berlanjut, Ini 8 Lokasi Penyekatan di Puncak Bogor

Kondisi truk yang mengalami kecelakaan tunggal di jalan Breksi, Gunung Sari, Sambirejo, Kapanewon Prambanan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Akibat kecelakaan tunggal ini lima orang meninggal dunia.KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA Kondisi truk yang mengalami kecelakaan tunggal di jalan Breksi, Gunung Sari, Sambirejo, Kapanewon Prambanan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Akibat kecelakaan tunggal ini lima orang meninggal dunia.

Dari hasil tanya jawab kepada pengemudi truk yang mengalami kecelakaan, Wildan mendapatkan keterangan bahwa vanbelt truk tersebut putus saat mencapai di atas bukit sekitar kawasan Candi Ijo.

Kesalahan yang dilakukan pemilik kendaraan dan pengemudi adalah tidak segera melakukan penggantian vanbelt.

Padahal, truk yang dikemudikan menggunakan mesin non-commonrail dengan sistem rem Full Hydraulic Brake. Untuk mendorong minyak rem menekan kampas ke tromol, menggunakan sistem vacuum booster.

Guna menyedot udara untuk menciptakan kevakuman agar rem dapat bekerja, dibutuhkan alternator yang terhubung dengan vanbelt. Putusnya vanbelt tersebut menyebabkan alternator tidak dapat bekerja. Akhirnya pedal rem akan sulit diinjak.

Baca juga: Mobil Baru Honda Meluncur Pekan Depan, Sinyal Kuat N7X

Ketidaktahuan pemilik kendaraan dan pengemudinya terhadap sistem rem semacam ini jadi sebuah kesalahan fatal yang berujung pada kecelakaan maut.

Seharusnya baik pemilik maupun pengemudi paham ketika vanbelt sudah putus, artinya truk tersebut tidak ada harapan lagi jika dipaksa melintasi jalanan menurun. Sebab sistem remnya pasti tidak berfungsi.

"Ini bukan masalah sederhana. Ini masalah yang sangat krusial, bagaimana cara mengedukasi pemilik kendaraan dan pengemudinya tentang sistem rem ini. Jika tidak ada crash program, maka kecelakaan seperti ini bisa terulang lagi kapan saja dan di mana saja," ujar Wildan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau