JAKARTA, KOMPAS.com - Dampak perpanjangan pemberian insentif pada sektor otomotif nasional melalui Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 0 persen memiliki dua sisi.
Selain mampu merangsang daya beli masyarakat dan memulihkan ekonomi serta industri terkait usai tertekan oleh pandemi Covid-19, insentif ini juga berpotensi menciptakan supply shock.
Sebab, kondisi permintaan mobil baru tidak diimbangi produksi dari manufaktur. Sehingga membuat serapannya menjadi sulit terpenuhi sampai terjadi antrean panjang pada distribusi ke konsumen.
Terlebih saat ini kinerja pabrik terkait belum pulih sepenuhnya dan terdapat krisis semikonduktor global.
Baca juga: Penjualan Mobil Mei 2021 Melambat, Ini Alasannya
Kondisi dimaksud dapat terlihat dari kinerja produksi mobil selama tiga bulan belakangan atau setelah insentif PPnBM berlaku (Maret-Mei 2021) yang terus menurun.
Diolah dari data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), awalnya produksi Maret berhasil naik tinggi yaitu 24,7 persen dari Februari 2021, menjadi 102.637 unit.
Sehingga, membuat distribusi mobil baru atau kendaraan niaga dari pabrik ke diler (wholesales) dalam waktu sama meningkat 42 persen secara bulanan jadi 84.915 unit.
Tapi satu bulan setelahnya, produksi langsung turun 9,7 persen atau menjadi 93.575 unit. Sontak, angka wholesales pun melambat ke level 78.908 unit.
Tak sampai di sana, keadaannya semakin parah saat memasuki Mei 2021 atau periode terakhir pemberian relaksasi PPnBm 0 persen. Walau memang di bulan ini waktu kerja lebih sedikit karena terdapat libur Hari Raya Lebaran 2021.
Baca juga: Pasar LCGC Anjlok di Mei 2021, Berikut Mobil Terlarisnya
Rinciannya, produksi anjlok 32 persen secara bulanan jadi 63.636 unit atau yang terendah sejak Januari-Februari 2021. Pada sisi wholesales, ada perlambatan 44 persen atau 54.815 unit.
Masih berdasarkan laporan Gaikindo, hampir semua merek mengalami penurunan produksi dan wholesales, terutama pabrikan yang mendapat relaksasi PPnBM.
Toyota dan Mitsubishi Motors misalkan, yang tercatat produksinya di Mei 2021 turun 37,2 persen dan 40 persen masing-masing. Kemudian Suzuki turun 47,9 persen, Honda 52,4 persen, serta Daihatsu 90,9 persen.
Sedangkan permintaan pasar dalam negeri yang diwakili oleh data penjualan ritel, trennya meningkat dan cenderung stabil. Yaitu, dari 77.515 unit pada Maret 2021 ke 79.499 unit di April 2021.
Kemudian satu bulan setelahnya, penurunan pasar masih cukup terkendali, yaitu hanya minus 19,3 persen menjadi 64.175 unit. Torehan ini lebih tinggi dari produksi maupun distribusi unit dari pabrik ke diler.
Baca juga: Diskon PPnBM 0 Persen Berlaku Lagi, Kapan Aturan Ini Terbit
Data tersebut sesuai dengan keadaan pasar, di mana salah satu tenaga penjual atau wiraniaga mobil Mitsubishi mengatakan bahwa kini inden Xpander masih sekitar dua bulan.
Hal serupa juga diungkapkan Business Innovation and sales & Marketing Director PT Honda Prospect Motor (HPM) Yusak Billy. Tapi ia meyakinkan bahwa sedang berupaya memenuhi semua permintaan pasar dengan mengoptimalkan pabrik.
"Ya, produksi kami cukup terhambat. Inden juga terjadi di beberapa daerah, bahkan hingga Juli sampai Agustus 2021. Tapi untuk model dan tipenya berbeda-beda di tiap daerah," kata dia.
"Kalau untuk Raize TSS, itu permintaannya sangat tinggi. Tapi karena terkendala supply, delivery mencapai 8-12 bulan," kata Operational Manager Auto2000, Riki Rusdion kepada Kompas.com dalam kesempatan terpisah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.