Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertamina Masih Tunggu Pemerintah Soal Kenaikan BBM Imbas PBBKB

Kompas.com - 01/02/2024, 08:02 WIB
Ruly Kurniawan,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Pertamina (Persero) menyebut bahwa kenaikan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) di DKI Jakarta bisa membuat harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) terkerek.

Alasannya, karena PBBKB menjadi salah satu instrumen penting dalam penentuan harga eceran BBM. Sehingga ketika ada penyesuaian nilai, cepat atau lambat akan mempengaruhi harga BBM di level retail.

"Komponen penentu harga BBM salah satunya PBBKB. Jadi, apabila ada penyesuaian nilai PBBKB dari Pemda, tentu akan berimplikasi terhadap harga BBM," ucap Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting kepada Kompas.com, Rabu (31/1/2024).

Baca juga: Pertamina: PBBKB Naik, Harga BBM Ikut Naik

Ilustrasi BBM.SHUTTERSTOCK Ilustrasi BBM.

Hanya saja kenaikan harga BBM imbas naiknya PBBKB di Ibu Kota dari 5 persen menjadi 10 persen, masih belum terjadi. Pihak Pertamina saat ini menunggu arahan dari Pemerintah melalui Kementerian ESDM.

Sayangnya pada kesempatan ini, Irto enggan untuk menyatakan apakah pihaknya sudah melakukan komunikasi dengan Kementerian terkait soal rencana kenaikan BBM atau belum.

“Kita tunggu saja ya mas, keputusan dari regulator," ujarnya.

Diketahui, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024, menaikkan tarif PBBKB menjadi 10 persen pada 5 Januari 2024 atau bertepatan dengan kebijakan ditetapkan.

Baca juga: Soal Kasus Pelat Dewa Palsu, Polisi Bakal Lakukan Investigasi Khusus

Ilustrasi BBM. (ABC/Nic MacBean) Ilustrasi BBM. (ABC/Nic MacBean)

Keputusan ini, tertuang dalam pasal 23 Perda tersebut yang sekaligus menyatakan bahwa dasar pengenaan PBBKB merupakan nilai jual PBBKB sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai.

Sementara itu, khusus tarif PBBKB bagi kendaraan umum ditetapkan 50 persen dari tarif PBBKB kendaraan pribadi.

"Besaran pokok PBBKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBBKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dengan tarif PBBKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24," sebut poin 1 Pasal 25 Perda 1/2024.

Pemungutan pajak tersebut dilakukan produsen atau importir bahan bakar kepada pihak penyalur bahan bakar seperti SPBU, bukan kepada pengguna ataupun konsumen akhir.

Atas kebijakan ini, sejumlah pihak memberikan komentar, tak terkecuali Kementerian ESDM yang meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar menunda kenaikan PBBKB.

Baca juga: Benarkah Pengguna Pelat Dewa Harus Diprioritaskan di Jalan?

Ilustrasi SPBU Pertamina di JakartaDok. Pertamina Ilustrasi SPBU Pertamina di Jakarta

"Memang bukan wewenang dari kami (menunda Perda), tetapi kami menghimpun permasalahan yang ada banyak. Pelaksanaannya harus diperhatikan betul karena bisa menimbulkan dampak di masyarakat," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi ESDM, Tutuka Ariadji, Selasa (30/1/2024).

Salah satu kendala yang mungkin terjadi, lanjut dia, ialah adanya suatu perbedaan harga bahan bakar minyak (BBM) karena terdapat tarif PBBKB pribadi dan kepentingan umum.

Sehingga masalah teknis di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum atau SPBU menjadi perhatian.

Kemudian juga terdapat permasalahan sosial di mana kenaikan PBBKB khususnya di DKI Jakarta, belum disosialisasi ke masyarakat luas.

"Jadi, kami mengimbau ini betul-betul diperhatikan Pemda setempat karena ini kita tahu semua, pemilu sebentar lagi. Jadi hal-hal seperti itu tidak menambah kondisi yang kurang kondusif," lanjutnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com