Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dianggap Bikin Negara Rugi Rp 43 Triliun, Kenapa Masih Banyak Truk ODOL di Jalan?

Kompas.com - 23/02/2022, 14:12 WIB
Aprida Mega Nanda,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kembali menggabungkan pemberantasan atau pengurangan kendaraan over dimension dan over loading (ODOL) di angkutan barang Indonesia.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengatakan, hal tersebut demi masa depan yang baik. Di antaranya ialah minim kerusakan jalan, menekan polusi, dan kecelakaan.

“Seperti yang kita ketahui bahwa berdasarkan laporan Kementerian PUPR, kerugian negara akibat truk ODOL Rp 43 triliun dalam waktu setahun,” ucapnya beberapa waktu lalu.

Baca juga: Berapa Biaya yang Harus Dikeluarkan untuk Transfer Muatan Truk ODOL?

Bambang Widjanarko, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Tengah dan DIY mengatakan, penindakan terhadap truk ODOL sebetulnya sudah banyak memperoleh kemajuan, hanya saja belum bisa tuntas.

Menurutnya, hal ini dikarenakan pemerintah belum bisa menyentuh akar permasalahan terjadinya praktek ODOL, yaitu para pabrikan atau pemilik barang yang menggunakan jasa truk.

Truk ODOLBUDI SETIYADI Truk ODOL

“Saat ini kan hanya pengemudi dan pengusaha truk saja yang disentuh, tapi pemberi order muatnya belum. Ibarat pemberantasan narkoba, hanya pemakai dan kurirnya saja yang ditindak, namun bandar besarnya belum bisa disentuh,” ucap Bambang saat dihubungi Kompas.com, Rabu (23/2/2022).

Baca juga: Sopir Truk Setuju Aturan ODOL, Asal Pemerintah Tidak Tebang Pilih

Bambang melanjutkan, pihaknya juga sudah berkali-kali mengusulkan kepada Kemenhub agar dalam penindakan truk ODOL dilakukan dengan sistem digital online dan realtime, sehingga tidak melibatkan petugas lagi yang hanya berpotensi menyuburkan praktik pungutan liar.

“Jika ingin menghapuskan ODOL di seluruh Indonesia, maka pemerintah harus melakukan penindakan secara rigid, tanpa kecuali dan tidak tebang pilih antara lain dengan menggunakan sistem online terpadu tadi,” ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com