JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kembali menggabungkan pemberantasan atau pengurangan kendaraan over dimension dan over loading (ODOL) di angkutan barang Indonesia.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengatakan, hal tersebut demi masa depan yang baik. Di antaranya ialah minim kerusakan jalan, menekan polusi, dan kecelakaan.
“Seperti yang kita ketahui bahwa berdasarkan laporan Kementerian PUPR, kerugian negara akibat truk ODOL Rp 43 triliun dalam waktu setahun,” ucapnya beberapa waktu lalu.
Bambang Widjanarko, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Tengah dan DIY mengatakan, penindakan terhadap truk ODOL sebetulnya sudah banyak memperoleh kemajuan, hanya saja belum bisa tuntas.
Menurutnya, hal ini dikarenakan pemerintah belum bisa menyentuh akar permasalahan terjadinya praktek ODOL, yaitu para pabrikan atau pemilik barang yang menggunakan jasa truk.
“Saat ini kan hanya pengemudi dan pengusaha truk saja yang disentuh, tapi pemberi order muatnya belum. Ibarat pemberantasan narkoba, hanya pemakai dan kurirnya saja yang ditindak, namun bandar besarnya belum bisa disentuh,” ucap Bambang saat dihubungi Kompas.com, Rabu (23/2/2022).
Bambang melanjutkan, pihaknya juga sudah berkali-kali mengusulkan kepada Kemenhub agar dalam penindakan truk ODOL dilakukan dengan sistem digital online dan realtime, sehingga tidak melibatkan petugas lagi yang hanya berpotensi menyuburkan praktik pungutan liar.
“Jika ingin menghapuskan ODOL di seluruh Indonesia, maka pemerintah harus melakukan penindakan secara rigid, tanpa kecuali dan tidak tebang pilih antara lain dengan menggunakan sistem online terpadu tadi,” ucapnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/02/23/141200015/dianggap-bikin-negara-rugi-rp-43-triliun-kenapa-masih-banyak-truk-odol-di