Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masa New Normal, Jangan Hanya Fokus pada Transportasi

Kompas.com - 11/06/2020, 10:02 WIB
Stanly Ravel,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah merevisi kebijakan membawa penumpang pada transportasi umum di masa adaptasi kebiasaan baru atau new normal.

Bila semula hanya diperbolehkan membawa penumpang 50 persen, kini diizinkan sampai 70 persen.

Namun, hal tersebut akan dilakukan secara bertahap pada beberapa jenis moda transportasi darat dan tetap mengacu pada zonasi wilayah yang terdampak Covid-19.

Baca juga: Begini Pedoman dan Teknis Transpotasi Umum Jelang New Normal

Meski ada kelonggaran, tetapi menurut Djoko Setijwarno, pengamat transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), masalah utama bukan pada sisi transpotasi, melainkan bagaimana mengatur pola kegiatan dari manusianya.

"Transportasi adalah kebutuhan turunan dari suatu kegiatan atau derived demand. Saat ini sumber permasalahan bukan di transportasi, tapi bagaimana pengaturan kegiatan manusianya," ucap Djoko kepada Kompas.com, Rabu (10/6/2020).

Suasana kendaraan terjebak macet di Jl. Gatot Subroto dan Tol Cawang-Grogol di Jakarta Selatan, Senin (8/6/2020). Pada hari pertama  orang masuk kantoran dan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi, lalu lintas di sejumlah jalan di DKI Jakarta terpantau padat hingga terjadi kemacetan.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Suasana kendaraan terjebak macet di Jl. Gatot Subroto dan Tol Cawang-Grogol di Jakarta Selatan, Senin (8/6/2020). Pada hari pertama orang masuk kantoran dan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi, lalu lintas di sejumlah jalan di DKI Jakarta terpantau padat hingga terjadi kemacetan.

"Kebijakan mengelola kegiatan harus ditambahkan untuk membantu mengurangi mobilitas, yang rasional sebenarnya agar bagaimana aktivitas atau kegiatan publik pada masa new normal dapat dikendalikan intensitasnya agar tidak sama seperti pada sebelum pandemi," kata dia.

Baca juga: Ini Daftar Harga Resmi Bikin SIM A, B, dan C

Terkait soal pengurangan mobilitas, menurut Djoko, bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti mengatur pola kerja work from home (WFH) dan work from office (WFC).

Dengan demikian, bila ada sektor pekerja yang menuntut pekerja harus datang ke kantor, perlu diatur jadwal kerjanya sehingga bervariasi pergerakan orangnya. Hal itu bisa mengantisipasi terjadinya penumpukan, terutama pada jam yang sama seperti sebelum pandemi.

Bus transjakarta melenggang di antara kemacetan di Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (6/2/2020). Lembaga Pemantau Kemacetan Lalu Lintas TomTom memastikan Jakarta ada di posisi ke-10 kota termacet di dunia pada 2019 dengan indeks kemacetan 10 persen.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Bus transjakarta melenggang di antara kemacetan di Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (6/2/2020). Lembaga Pemantau Kemacetan Lalu Lintas TomTom memastikan Jakarta ada di posisi ke-10 kota termacet di dunia pada 2019 dengan indeks kemacetan 10 persen.
 

Cara lainnya bisa dilakukan dengan mengikuti Keputusan Menteri Kesehatan (Kemenkes), yakni menyediakan sendiri kebutuhan angkutan bagi karyawannya agar terjamin protokol kesehatan, terutama physical distancing.

Baca juga: Kata Pengamat Soal Ganjil Genap dan Ojol Bawa Penumpang

"Agar pada saat penerapan new normal, khususnya di Jabodetabek, tidak timbul kekacauan di sektor transportasi. Sebab, sumber permasalahan bukan di sektor transportasinya, namun pada bagaimana pengaturan kegiatan manusianya," ujar Djoko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com