JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah tidak melarang masyarakat untuk melakukan mudik di tengah pagebluk atau pandemi corona (Covid-19). Meskipun ada imbauan jangan mudik, harga tiket bus antarkota antar provinsi (AKAP) dipastikan naik jelang Lebaran 2020.
Alasannya, berlakunya regulasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang mengharuskan moda transportasi, seperti bus AKAP, memangkas 50 persen jumlah penumpang demi physical distancing.
Dampak dari itu, pemerintah memberikan izin perusahaan otobus (PO) untuk melakukan penyesuaian tarif.
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani mengatakan, kepasitan untuk kenaikan tarif tiket perjalanan bus AKAP sudah disetujui dan segera diberlakukan.
Baca juga: PSBB, Jam Operasional Terminal Bus AKAP di Jakarta Dibatasi
"Tadi kami sudah berdiskusi dengan Kementerian Perhuhubungan (Kemenhub), Organda, dan pihak yang terkait. Kami akhirnya sepakat kalau tarif batas bawah naik sampai 50 persen, sementara tarif batas atas untuk kenaikan itu mencapai 100 persen," ucap pria yang akrab disapa Sani kepada Kompas.com, Minggu (12/4/2020).
Sani mengatakan, opsi kenaikan memang sudah ditawarkan oleh pemerintah. Namun, secara pilihan memang tak terlalu banyak yang bisa dilakukan, apalagi di tengah kondisi saat ini yang sudah bisa dipastikan bisnis akan redup.
Bicara untuk kenaikan harga tiket sendiri, Sani yang juga pemilik PO Siliwangi Antara Nusa (SAN) hanya akan mengerek banderol tiket sebesar 50 persen. Perhitungan ini dikarenakan adanya pertimbangan sisi psikologis dan lain sebagainya.
"Kami akan naik 50 persen pada semua kelas, contoh untuk yang Solo Raya itu mungkin kenaikannya dalam rupiah mulai dari Rp 50.000 sampai Rp 100.000. Contoh untuk harga bus yang biasa saat ini Rp 180.000, nanti bisa sampai Rp 230.000 atau Rp 250.000. Beberapa PO bus lain ada sebagian yang pilih naik sampai 100 persen" ucap Sani.
Baca juga: Selama PSBB Jakarta, Bus AKAP Cuma Boleh Diisi Setengah dari Kapasitas
Adanya kenaikan tiket tersebut juga bukan menjadi pertanda angin segar, menurut Sani, meski pemerintah tak melarang mudik, tetapi secara gambaran besarnya sudah bisa dipastikan bakal sepi.
Puncak mudik yang biasa terjadi pada dua minggu sebelum bulan puasa dan dua minggu setelah bulan puasa pada tahun ini, menurut Sani, akan sangat turun drastis. Dengan demikian, dia memastikan musim mudik tahun ini akan sangat sepi.
"Kalau kita lihat dari sekarang sudah bisa dipastikan sepi. Harga kami naik, tapi tetap tidak akan menjadi sebuah keuntungan, sekarang saja beberapa bus sudah mulai tidak dioperasikan karena memang sepi," ujar Sani.
Seperti diketahui, meski tak pemerintah tak melarang, tetapi diimbau agar masyarakat menahan diri dan menunda untuk pulang ke kampung halaman saat Lebaran. Hal ini untuk menekan penyebaran virus corona sampai ke daerah.
Bagi yang tetap nekat mudik, maka konsekuensinya harus mematuhi protokol kesehatan berupa isolasi diri selama 14 hari setelah sampai dan 14 hari setelah tiba kembali di Jakarta atau kota tujuan lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.