JAKARTA, KOMPAS.com – Subsidi sepeda motor listrik sebesar Rp 7 juta, dan mobil listrik yang diberikan potongan PPN dari 11 persen menjadi 1 persen, dinilai tidak tepat sasaran.
Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno, menilai, insentif ini tampaknya diberikan hanya untuk menolong industri kendaraan listrik yang sudah telanjur berinvestasi.
"Jika dicermati, program insentif kendaraan listrik ini memang tidak memiliki aturan atau kewajiban bagi pembeli kendaraan listrik untuk melepas kepemilikan kendaraan berbahan bakar minyak yang mereka miliki," ujar Djoko, dalam keterangan tertulis (29/5/2023).
Baca juga: Teken MoU, BYD Jajaki Investasi Mobil Listrik di Indonesia
Menurutnya, insentif itu jangan sampai justru dinikmati orang yang tidak berhak atau orang kaya serta memicu kemacetan di perkotaan.
Selain akan menambah kemacetan, kebijakan ini juga dinilai akan menimbulkan kesemrawutan lalu lintas dan menyumbang jumlah kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat.
"Yang dikhawatirkan terjadi adalah makin bertambahnya kendaraan pribadi yang berjejal di jalan, sedangkan pihak yang akan diuntungkan dari program ini hanya kalangan produsen kendaraan listrik," ucap Djoko.
Baca juga: Video Detik-detik Mobil Zig-zag di Jalan Tol, Melintir dan Tabrak Pembatas Jalan
Target dari insentif kendaraan listrik ini adalah mengurangi konsumsi BBM dan menekan emisi karbon.
Namun, Djoko menganggap justru yang terjadi adalah penambahan konsumsi energi dan makin bertambahnya kendaraan pribadi yang berjejal di jalan.
"Sedangkan pihak yang akan diuntungkan dari program ini hanya kalangan produsen kendaraan listrik," kata Djoko.
Baca juga: Viral, Video Pengemudi Mobil Nekat Putar Balik di Jalan Tol
Dia bilang, secara tidak langsung, program ini menjadi cara pemerintah untuk menjaga investasi kendaraan listrik di Indonesia dan mencoba menarik investor baru.
Sementara itu, Djoko mengusulkan insentif kendaraan listrik digunakan di daerah terluar, tertinggal, terdepan dan pedalaman (3TP) yang kebanyakan berada di luar Jawa.
Dia mengambil contoh Kabupaten Asmat (Provinsi Papua Selatan) yang sejak 2007 masyarakat Kota Agatas, Kab. Asmat sudah menggunakan kendaraan listrik.
Baca juga: Ingat, Masa Berlaku SIM Bukan Berdasarkan Tanggal Lahir Lagi
Kesulitan mendapatkan BBM menjadikan masyarakatnya mayoritas memakai sepeda motor listrik. Ojek listrik sudah lebih dulu ada di Asmat daripada di Jakarta.
"Di daerah 3TP umumnya jumlah sepeda motor masih sedikit, pasokan BBM juga masih sulit dan minim, sehingga harga BBM cenderung mahal. Sementara energi listrik masih bisa didapatkan dengan lebih murah dan diupayakan dari energi baru," ujarnya.
Untuk mobil listrik, Djoko menyarankan prioritasnya juga jangan untuk kendaraan pribadi. Dia menyarankan untuk memprioritaskan kendaraan dinas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah sehingga distribusinya lebih merata.
Baca juga: Menekan Remot Mobil Ditempel ke Kepala Bisa Lebih Jauh Jangkauannya?
"Pemberian insentif kendaraan listrik lebih tepat diberikan pada perusahaan angkutan umum,” ucap Djoko.
“Di samping akan mendorong pengembangan industri kendaraan listrik, juga dapat memperbaiki pelayanan angkutan umum dengan sarana transportasi yang lebih ramah lingkungan sekaligus mengurangi kemacetan," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.