JAKARTA, KOMPAS.com – Bising jalanan dan lampu kota yang menemani sepanjang perjalanan pulang kini terasa lebih lama dari biasanya. Jalan-jalan yang macet karena padatnya kendaraan juga mulai meluas ke penjuru Ibu Kota.
Setidaknya hal itulah yang dialami kaum komuter belakangan ini. Seperti pengalaman Galuh (30), warga Tangerang yang bekerja di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Dalam kesehariannya, ibu satu orang anak ini mengandalkan bus Transjakarta karena nyaman, menjangkau tempatnya bekerja, dan tentu saja murah.
Baca juga: Toyota Kuasai Pasar Mobil Indonesia, Hyundai Salip Wuling
Akan tetapi kelebihan angkutan umum tersebut harus dibayar dengan waktu perjalanan yang lama.
Menurutnya, lama perjalanan pergi dan pulang dalam sehari bahkan bisa memakan waktu hingga lebih dari 5 jam.
“Perjalanan pulang biasanya lebih lama dari berangkat. Kalau berangkat sekitar 2 jam, pulangnya lebih dari 2 jam, bahkan pernah 4 jam,” ujar Galuh, kepada Kompas.com (12/1/2023).
Baca juga: Suzuki Siapkan Mobil Listrik Berbasis eVX, Punya Jarak Tempuh 550 Km
Lain halnya dengan Rido (32), warga Bekasi yang sehari-hari menggunakan sepeda motor untuk bekerja di Jakarta Barat.
Total waktu perjalanannya mungkin lebih singkat dibandingkan angkutan umum. Tetapi ia merasa lebih lelah karena harus bermacet-macetan di atas sepeda motor.
Menurutnya, kemacetan yang terjadi belakangan ini disebabkan karena kantor-kantor sudah menerapkan WFO (Work From Office).
“Sekarang terasa banget jalanan lebih merayap, di mana-mana macet semenjak sudah WFO. Dulu pas masih WFH (Work From Home) dari rumah ke kantor bisa 45 menit, sekarang 1 jam lebih,” ucap Rido.
Baca juga: Berlaku Tahun Ini, Begini Skema Transaksi Bayar Tol Nirsentuh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana untuk menerapkan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) di sejumlah ruas jalan di Ibu Kota dengan tujuan untuk mengurai kepadatan kendaraan di jalan.
Rencana pengendalian lalu-lintas dengan sistem ERP sebenarnya sudah cukup lama sejak 2016, yakni sejak zaman 3 In One namun sampai sekarang belum dapat terwujud karena ada kendala teknis.
“Sudah ditunggu lama itu, sejak zaman Bang Yos (Gubernur Sutiyoso) sudah mulai digagas. Sekarang sudah tepat, tepatnya karena tidak populer sebenarnya,” ujar pengamat transportasi Djoko Setijowarno, kepada Kompas.com (11/1/2023).
Baca juga: Pabrik Tesla di Indonesia, Sudah Menyentuh Kesepakatan Awal
“Jadi istilahnya kan push and pull, karena pull-nya sudah oke, push-nya ini yang mikir-mikir, karena masyarakat bisa dirugikan (secara materi),” kata dia.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini menjelaskan, ERP memiliki kelebihan dibandingkan 3 In One maupun ganjil genap dalam mengurangi kepadatan lalu lintas.