Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Berbayar Jakarta dan Transportasi Buruk Kota Penunjang Ibu Kota

Kompas.com - 13/01/2023, 06:22 WIB
Dio Dananjaya,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Bising jalanan dan lampu kota yang menemani sepanjang perjalanan pulang kini terasa lebih lama dari biasanya. Jalan-jalan yang macet karena padatnya kendaraan juga mulai meluas ke penjuru Ibu Kota.

Setidaknya hal itulah yang dialami kaum komuter belakangan ini. Seperti pengalaman Galuh (30), warga Tangerang yang bekerja di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Dalam kesehariannya, ibu satu orang anak ini mengandalkan bus Transjakarta karena nyaman, menjangkau tempatnya bekerja, dan tentu saja murah.

Baca juga: Toyota Kuasai Pasar Mobil Indonesia, Hyundai Salip Wuling

Lalu lintas kendaraan di Tol Dalam Kota Jakarta tampak padat pada jam pulang kerja di hari ketiga pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahap dua, Rabu (16/9/2020). Pembatasan kendaraan bermotor melalui skema ganjil genap di berbagai ruas Ibu Kota resmi dicabut selama PSBB tahap dua.KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Lalu lintas kendaraan di Tol Dalam Kota Jakarta tampak padat pada jam pulang kerja di hari ketiga pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahap dua, Rabu (16/9/2020). Pembatasan kendaraan bermotor melalui skema ganjil genap di berbagai ruas Ibu Kota resmi dicabut selama PSBB tahap dua.

Akan tetapi kelebihan angkutan umum tersebut harus dibayar dengan waktu perjalanan yang lama.

Menurutnya, lama perjalanan pergi dan pulang dalam sehari bahkan bisa memakan waktu hingga lebih dari 5 jam.

“Perjalanan pulang biasanya lebih lama dari berangkat. Kalau berangkat sekitar 2 jam, pulangnya lebih dari 2 jam, bahkan pernah 4 jam,” ujar Galuh, kepada Kompas.com (12/1/2023).

Baca juga: Suzuki Siapkan Mobil Listrik Berbasis eVX, Punya Jarak Tempuh 550 Km

Lain halnya dengan Rido (32), warga Bekasi yang sehari-hari menggunakan sepeda motor untuk bekerja di Jakarta Barat.

Total waktu perjalanannya mungkin lebih singkat dibandingkan angkutan umum. Tetapi ia merasa lebih lelah karena harus bermacet-macetan di atas sepeda motor.

Menurutnya, kemacetan yang terjadi belakangan ini disebabkan karena kantor-kantor sudah menerapkan WFO (Work From Office).

“Sekarang terasa banget jalanan lebih merayap, di mana-mana macet semenjak sudah WFO. Dulu pas masih WFH (Work From Home) dari rumah ke kantor bisa 45 menit, sekarang 1 jam lebih,” ucap Rido.

Baca juga: Berlaku Tahun Ini, Begini Skema Transaksi Bayar Tol Nirsentuh

Gerbang Electronic Road Pricing (ERP) yang berada di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat pada Kamis (7/4/2016).Akhdi martin pratama Gerbang Electronic Road Pricing (ERP) yang berada di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat pada Kamis (7/4/2016).

Upaya Atasi Kemacetan

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana untuk menerapkan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) di sejumlah ruas jalan di Ibu Kota dengan tujuan untuk mengurai kepadatan kendaraan di jalan.

Rencana pengendalian lalu-lintas dengan sistem ERP sebenarnya sudah cukup lama sejak 2016, yakni sejak zaman 3 In One namun sampai sekarang belum dapat terwujud karena ada kendala teknis.

“Sudah ditunggu lama itu, sejak zaman Bang Yos (Gubernur Sutiyoso) sudah mulai digagas. Sekarang sudah tepat, tepatnya karena tidak populer sebenarnya,” ujar pengamat transportasi Djoko Setijowarno, kepada Kompas.com (11/1/2023).

Baca juga: Pabrik Tesla di Indonesia, Sudah Menyentuh Kesepakatan Awal

Halte Transjakarta Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). Meski sudah beroperasi namun pembangunan halte ini ditargetkan akan selesai pada bulan November 2022 mendatang.KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO Halte Transjakarta Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). Meski sudah beroperasi namun pembangunan halte ini ditargetkan akan selesai pada bulan November 2022 mendatang.

“Jadi istilahnya kan push and pull, karena pull-nya sudah oke, push-nya ini yang mikir-mikir, karena masyarakat bisa dirugikan (secara materi),” kata dia.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini menjelaskan, ERP memiliki kelebihan dibandingkan 3 In One maupun ganjil genap dalam mengurangi kepadatan lalu lintas.

“Yang jelas ERP ini enggak perlu banyak-banyak petugas di lapangan. Malah dapat duit. Meskipun duit bukan tujuan, enggak boleh ditargetkan,” ucap Djoko.

Baca juga: ARRC Kembali ke Indonesia, Balapan di Sirkuit Mandalika

Djoko menambahkan, ERP semestinya berlaku untuk semua kendaraan pribadi. Karena tujuan utamanya adalah mendorong penggunaan angkutan umum, agar volume kendaraan di jalan bisa berkurang.

“Kalau motor enggak kena bahaya juga. Nanti orang-orang pindah ke sepeda motor. Manfaatnya jadi kecil. Harusnya sepeda motor kena, semua kendaraan bermotor harusnya. Taksi pun bisa kena, tapi murah, di Singapura seperti itu,” kata Djoko.

Akademisi dari Prodi Teknik Sipil Universitas Soegijapranata ini juga mengatakan, selain ERP masih ada cara lain untuk mengurangi kepadatan lalu lintas, yaitu dengan menaikkan tarif parkir.

Baca juga: Tiga Motor Ikonik Honda Jadi Sepeda Listrik di China

Sejumlah kendaraan melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (14/2/2022). Berdasarkan data yang dirilis lembaga pemeringkat kemacetan kota dunia Tomtom International BV mengatakan indeks kemacetan 2021 menempatkan Jakarta pada peringkat 46 atau mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang menempati peringkat 31.ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA Sejumlah kendaraan melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (14/2/2022). Berdasarkan data yang dirilis lembaga pemeringkat kemacetan kota dunia Tomtom International BV mengatakan indeks kemacetan 2021 menempatkan Jakarta pada peringkat 46 atau mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang menempati peringkat 31.

“ERP lebih efektif daripada 3 In One dan ganjil genap, tapi masih ada lagi. Parkir harusnya tambah mahal tarifnya. Tarif parkir kita itu murah, kalau dibandingkan luar negeri itu 20-40 persen dari tarif angkutan umum. Jadi hanya orang kaya yang di tengah kota bawa mobil,” ucap Djoko.

Walaupun digadang-gadang sebagai solusi permasalahan kemacetan di Jakarta, ternyata ERP alias jalan berbayar masih memiliki celah.

Transportasi Buruk

Mendorong orang untuk menggunakan angkutan umum tentu butuh kendaraan yang memadai. Tapi pertanyaannya, sanggup kah alat transportasi umum kita melayani warga Jabodetabek?

“Kalau Jakarta sudah oke lah. Masalahnya sekarang di Jakarta adalah orang dari Bodetabek, nah itu yang mesti di-support juga angkutan umumnya, itu masih buruk,” ujar Djoko.

Baca juga: Golongan Kendaraan yang Dikenakan ERP, Kendaraan Listrik Juga Bayar

Lalu lintas kendaraan di Tol Dalam Kota Jakarta tampak padat pada jam pulang kerja di hari ketiga pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahap dua, Rabu (16/9/2020). Pembatasan kendaraan bermotor melalui skema ganjil genap di berbagai ruas Ibu Kota resmi dicabut selama PSBB tahap dua.KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Lalu lintas kendaraan di Tol Dalam Kota Jakarta tampak padat pada jam pulang kerja di hari ketiga pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahap dua, Rabu (16/9/2020). Pembatasan kendaraan bermotor melalui skema ganjil genap di berbagai ruas Ibu Kota resmi dicabut selama PSBB tahap dua.

“Ini PR, pemerintah pusat bisa membantu daerah-daerah Bodetabek. Misal seperti Trans Pakuan Bogor, kawasan pendukungnya itu, karena banyak juga yang kerja di Jakarta,” ucap Djoko, melanjutkan.

Alasan transportasi buruk ini juga jadi salah satu pemicu meledaknya jumlah pengguna sepeda motor di kota penunjang Ibu Kota. Lihat saja para komuter ini berjibaku mulai Subuh mulai dari arah Bogor, Bekasi, dan Tangerang. Belum lagi arus balik saat petang jelang Magrib, kejadian ini terulang setiap hari kerja, lima sampai enam hari per minggu.

Saat ini, ERP sudah ramai diperbincangkan meskipun baru sebatas rencana. Nyatanya, kebijakan ini baru mulai implementasi ketika sudah keluar peraturan resminya.

Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta pun saat ini masih fokus pada penyelesaian regulasi rencana Penerapan Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PL2SE) atau ERP.

Adapun Raperda PL2SE telah masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah Tahun 2022 dan Tahun 2023.

Baca juga: Karoseri Laksana Luncurkan Bus Baru Pesanan PO Sahaalah

"Perda kebijakan PL2SE atau ERP ini masih dibahas bersama DPRD. Setelah legal aspeknya selesai barulah PL2SE ini bisa diterapkan," ujar Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, dalam keterangan tertulis (11/1/2023).

Mengenai ketentuan tarif, ruas jalan, jenis kendaraan, dan lain-lain merupakan substansi yang masuk dalam pasal demi pasal Raperda.

Poin-poin ini masih terus dibahas oleh Bapemperda sebelum nantinya ditetapkan sebagai Peraturan Daerah.

"Dalam Raperda PL2SE ini, nantinya tidak hanya mengatur mengenai penerapan ERP saja, tetapi juga diharapkan dapat mengatur pengendalian lalu lintas dan angkutan umum di DKI Jakarta secara elektronik," ucap Syafrin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com