“Yang jelas ERP ini enggak perlu banyak-banyak petugas di lapangan. Malah dapat duit. Meskipun duit bukan tujuan, enggak boleh ditargetkan,” ucap Djoko.
Baca juga: ARRC Kembali ke Indonesia, Balapan di Sirkuit Mandalika
Djoko menambahkan, ERP semestinya berlaku untuk semua kendaraan pribadi. Karena tujuan utamanya adalah mendorong penggunaan angkutan umum, agar volume kendaraan di jalan bisa berkurang.
“Kalau motor enggak kena bahaya juga. Nanti orang-orang pindah ke sepeda motor. Manfaatnya jadi kecil. Harusnya sepeda motor kena, semua kendaraan bermotor harusnya. Taksi pun bisa kena, tapi murah, di Singapura seperti itu,” kata Djoko.
Akademisi dari Prodi Teknik Sipil Universitas Soegijapranata ini juga mengatakan, selain ERP masih ada cara lain untuk mengurangi kepadatan lalu lintas, yaitu dengan menaikkan tarif parkir.
Baca juga: Tiga Motor Ikonik Honda Jadi Sepeda Listrik di China
“ERP lebih efektif daripada 3 In One dan ganjil genap, tapi masih ada lagi. Parkir harusnya tambah mahal tarifnya. Tarif parkir kita itu murah, kalau dibandingkan luar negeri itu 20-40 persen dari tarif angkutan umum. Jadi hanya orang kaya yang di tengah kota bawa mobil,” ucap Djoko.
Walaupun digadang-gadang sebagai solusi permasalahan kemacetan di Jakarta, ternyata ERP alias jalan berbayar masih memiliki celah.
Transportasi Buruk
Mendorong orang untuk menggunakan angkutan umum tentu butuh kendaraan yang memadai. Tapi pertanyaannya, sanggup kah alat transportasi umum kita melayani warga Jabodetabek?
“Kalau Jakarta sudah oke lah. Masalahnya sekarang di Jakarta adalah orang dari Bodetabek, nah itu yang mesti di-support juga angkutan umumnya, itu masih buruk,” ujar Djoko.
Baca juga: Golongan Kendaraan yang Dikenakan ERP, Kendaraan Listrik Juga Bayar
“Ini PR, pemerintah pusat bisa membantu daerah-daerah Bodetabek. Misal seperti Trans Pakuan Bogor, kawasan pendukungnya itu, karena banyak juga yang kerja di Jakarta,” ucap Djoko, melanjutkan.
Alasan transportasi buruk ini juga jadi salah satu pemicu meledaknya jumlah pengguna sepeda motor di kota penunjang Ibu Kota. Lihat saja para komuter ini berjibaku mulai Subuh mulai dari arah Bogor, Bekasi, dan Tangerang. Belum lagi arus balik saat petang jelang Magrib, kejadian ini terulang setiap hari kerja, lima sampai enam hari per minggu.
Saat ini, ERP sudah ramai diperbincangkan meskipun baru sebatas rencana. Nyatanya, kebijakan ini baru mulai implementasi ketika sudah keluar peraturan resminya.
Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta pun saat ini masih fokus pada penyelesaian regulasi rencana Penerapan Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PL2SE) atau ERP.
Adapun Raperda PL2SE telah masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah Tahun 2022 dan Tahun 2023.
Baca juga: Karoseri Laksana Luncurkan Bus Baru Pesanan PO Sahaalah
"Perda kebijakan PL2SE atau ERP ini masih dibahas bersama DPRD. Setelah legal aspeknya selesai barulah PL2SE ini bisa diterapkan," ujar Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, dalam keterangan tertulis (11/1/2023).
Mengenai ketentuan tarif, ruas jalan, jenis kendaraan, dan lain-lain merupakan substansi yang masuk dalam pasal demi pasal Raperda.
Poin-poin ini masih terus dibahas oleh Bapemperda sebelum nantinya ditetapkan sebagai Peraturan Daerah.
"Dalam Raperda PL2SE ini, nantinya tidak hanya mengatur mengenai penerapan ERP saja, tetapi juga diharapkan dapat mengatur pengendalian lalu lintas dan angkutan umum di DKI Jakarta secara elektronik," ucap Syafrin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.