Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenhub Disebut Tidak Berhak Mengatur Tarif Ojek Online

Kompas.com - 01/09/2022, 07:02 WIB
Dio Dananjaya,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) baru-baru ini mengumumkan penundaan pemberlakuan tarif baru untuk ojek online. Keputusan penundaan implementasi kali ini mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi yang berkembang di masyarakat.

Pengamat transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno, mengatakan, Kemenhub tidak memiliki wewenang dalam menetapkan tarif ojek online.

Sebab, transportasi ojek tidak diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Artinya, Kemenhub tidak memiliki kewenangan dalam menetapkan tarif.

Baca juga: Kena Macet karena Jalan Dipenuhi Lumpur Galian PLN, Pasha Ungu Protes

 

Pengemudi ojek online dengan penumpangnya di Stasiun Tanah abang, Jakarta Pusat, Senin (8/6/2020). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengizinkan pengemudi ojek online beroperasi untuk mengangkut penumpang selama PSBB transisi dengan menerapkan protokol kesehatan.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Pengemudi ojek online dengan penumpangnya di Stasiun Tanah abang, Jakarta Pusat, Senin (8/6/2020). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengizinkan pengemudi ojek online beroperasi untuk mengangkut penumpang selama PSBB transisi dengan menerapkan protokol kesehatan.

Namun dalam hal ini, Kemenhub dapat membantu membuat aplikasi operasional ojek online. Selanjutnya, aplikasi tersebut diserahkan ke daerah untuk dijalankan masing-masing daerah.

“Ojek marak di Jakarta sejak diterapkan Jakarta bebas becak akhir 1980-an. Saat itu dan sampai sekarang tarif ojek itu berdasarkan kesepakatan antara pengojek dengan penumpang, Kemenhub tidak ikut campur soal tarif ojek,” ujar Djoko, kepada Kompas.com (31/8/2022).

“Tapi ketika ojek itu digerakkan oleh kapital dan masif, maka Kemenhub diminta mengurusnya, padahal moda yang dipakai sama, yakni roda dua,” kata dia.

Baca juga: Motor Listrik Pakai Swap Baterai, Biaya Per Hari Cuma Rp 10.000

Menurut Djoko, Pemerintah Daerah (Pemda) justru yang paling berhak mengatur tarif ojek online. Karena ojek sebetulnya masuk ke dalam transportasi kearifan lokal, sama seperti becak, andong, dokar, dan lain sebagainya.

“(Yang atur) cukup Pemda, diperkuat dengan Perda juga bisa. Kalau di Pemda, masih bisa mengatur jika mau diatur, jika tidak juga tidak apa-apa,” ucap Djoko.

“Kalau Kemenhub, harus ada dalam regulasi UU LLAJ, sementara ojek bukan angkutan umum. (Ubah status ojek online) itu kecil kemungkinannya, sudah pernah ditolak MK ketika diajukan judicial review beberapa tahun lalu. Kalau (ojek online) angkutan umum wajib KIR, pelat kuning, dan lain-lain,” ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau