JAKARTA, KOMPAS.com – Dalam beberapa waktu terakhir, tren mobil listrik tengah berkembang di seluruh dunia. Sejumlah pabrikan mulai meluncurkan produk-produk andalannya, termasuk di Indonesia.
Namun penggunaan mobil listrik ternyata sudah berlangsung lama. Khususnya bagi orang-orang yang mengkonversi mobil konvensionalnya menjadi mobil listrik.
Seperti Citroen Mehari milik Marius Pratiknjo, yang merupakan anggota Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia (PPMKI).
Baca juga: Ramaikan Pasar Mobil Listrik, Tesla Model 3 Facelift Meluncur
Mobil asal Prancis keluaran tahun 1968-1988 itu ia konversi menjadi mobil listrik.
Mesin 600 cc 2-silinder yang ada di balik kap mesin digusur, dan digantikan motor listrik dengan dinamo tipe DC berdaya 5 kWh.
Motor listrik tersebut dipadu dengan girboks standar sebagai penggerak. Sedangkan tenaga listriknya berasal dari batarai lithium-ion berdaya 120 Ampere.
“Pemakaian sudah jalan lima tahun, karena mobil selesai dibangun 2016. Sejauh ini maintenance free,” ujar Marius, kepada Kompas.com (5/1/2021).
Baca juga: Honda City Hatchback Bakal Masuk Indonesia, Gantikan Jazz?
“Belakangan ini masalah mulai timbul dari controller, ini ibaratnya ECU di mobil biasa. Tapi menurut saya ini bukan masalah besar, tinggal diganti satu set harganya sekitar Rp 5 jutaan, di toko-toko listrik ada,” katanya.
Menurutnya, pemakaian mobil listrik untuk sehari-hari terbilang sama saja dengan mobil biasa. Satu yang membedakan, kita harus memastikan mobil harus diisi ulang baterainya di lokasi tujuan.
Urusan pengecasan, Citroen Mehari milik Marius cukup dicas menggunakan listrik rumahan minimal 2.000 watt.
Soket listriknya pun terbilang sederhana, seperti perangkat elektronik kebanyakan, tidak seperti mobil-mobil listrik modern.
Baca juga: Sinyal Hadir di IIMS, Bocoran Harga City Hatchback Mulai Rp 260 Jutaan
“Kita mungkin terkesima sama Tesla dan Hyundai, menurut saya ini mobil biasa. Kalau mau pakai harus dicas dulu, sama saja seperti isi bensin,” ucap Marius.
“Kebetulan ini mobil antik, jadi hanya dipakai Sabtu atau Minggu. Dari rumah di Jakarta pernah saya pakai ke Cibubur sampai Bogor enggak masalah,” tuturnya.
Meski begitu, Marius mengatakan saat berkendara ia menghindari cuaca hujan untuk meminimalisir korsleting yang mungkin saja terjadi.
“Saya lebih rajin memonitor ramalan cuaca, karena sebaiknya jangan langsung terekspos sama air. Kalau hujan jangan dulu dipakai, pertama sayang, kedua untuk mengurangi risiko-risiko bisa yang terjadi,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.