Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Larangan Truk ODOL Ditunda, Pengamat Transportasi Bilang Menperin Harus Tanggung Jawab

Kompas.com - 28/02/2020, 06:32 WIB
Ruly Kurniawan,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penertiban pelanggaran kendaraan over dimension over load (ODOL) di jalan tol dan non-tol, ditunda hingga 1 Januari 2023. Sebelumnya aturan itu akan diterapkan pada 2021.

Hal ini terungkap usai Rapat Pembahasan Kebijakan Penanganan ODOL yang digelar Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ( PUPR) Basuki Hadimuljono bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Direktur Gakkum Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Brigjen Pol Kusharyanto, di Kantor Kementerian PUPR, di Jakarta, Senin (24/2/2020).

Adapun alasan penundaan program pemberantasan kendaraan ODOL (Zero ODOL) ini lantaran munculnya ketidakpastian ekonomi global beberapa waktu belakangan dan mempertimbangkan berbagai hal lainnya.

Baca juga: Langkah Produsen Tekan Populasi Truk ODOL di Jalan

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (paling kanan, baju putih memakai topi) saat meninjau uji coba bersama dengan PT Jasa Marga, Ditjen Hubdat dan Kepolisian di jembatan timbang Weigh-In-Motion (WIM) di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 9 pada Minggu (22/9/2019)DOKUMENTASI KEMENHUB Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (paling kanan, baju putih memakai topi) saat meninjau uji coba bersama dengan PT Jasa Marga, Ditjen Hubdat dan Kepolisian di jembatan timbang Weigh-In-Motion (WIM) di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 9 pada Minggu (22/9/2019)

Pengamat transportasi dan keselamatan berkendara dari Universitas Katolik Soegijapranata Djoko Setijowarno, menyayangkan keputusan tersebut. Pasalnya, kendaraan berat yang kelebihan dimensi dan muatan sudah meresahkan warga.

"Dampak ODOL terhadap infrastruktur dan lingkungan telah menyebabkan kerusakan jalan, jembatan, hingga pelaku kecelakaan lalu lintas. Bahkan Kementerian PUPR sendiri menyebut kerugian negara mencapai Rp 43 triliun untuk perbaikan jalan nasional akibat dilewati truk-truk ODOL," katanya saat dihubungi Kompas.com, di Jakarta, Kamis (27/2/2020).

"Lalu, pelanggaran ODOL juga menduduki peringkat ke empat dari 11 jenis pelanggaran lalu lintas versi Korlantas Polri. Pertama itu pelanggaran surat menyurat (28 persen), lalu pelanggaran marka jalan (26 persen), kemudian pelanggaran terkait penggunaan sabuk pengaman (16 persen)," ucap Djoko.

Sementara pelanggaran karena ODOL, jelas Djoko, ialah 10 persen dari total pelanggaran lalu lintas yang terjadi sepanjang 2019, yaitu 1.376.956 kasus.

Baca juga: Adab Ketika Ingin Menyalip Truk atau Bus

Razia ODOL di Jagorawi Razia ODOL di Jagorawi

 

"Kalau dijumlahkan, itu berarti 136.470 kasus terkait kendaraan ODOL. Berarti, secara rata-rata per hari ada 378 angkutan barang yang melanggar lalu lintas dalam bentuk ODOL. Bayangkan saja kalau pencegahannya ini ditunda terus," kata dia.

Oleh sebab itu, Djoko berpandangan bahwa Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita yang gencar menolak pemberlakuan bebas ODOL harus menanggung risiko tersebut.

"Jika terjadi kecelakaan, infrastruktur rusak, Kemenperin dan Menperin juga harus bisa menanggung risikonya baik material maupun immaterial," kata Djoko.

Ia juga berharap, Kemenperin dan Menperin membuat program holistik dan road map keselamatan berkendara terkait penundaan pelarangan kendaraan ODOL ini. Termasuk, jembatan timbang di kawasan industri dan kawasan khusus yang menjadi kewenangannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau