Sam, salah satu penjual suku cadang sepeda motor dari toko Sumber Jaya di Otista, Jakarta Timur, mengatakan, secara keseluruhan hal itu memang berdampak pada penjualan knalpot aftermarket.
"Kalau saya sebetulnya sudah tidak jualan knalpot lagi, tapi spare parts. Ini banyak, tapi sebetulnya sedikit, karena sisa saja sudah sedikit yang nyari karena buat motor tua seperti (Suzuki) Thunder 125, terus (Honda) Mega Pro, sudah tak laku. Tapi buat toko-toko besar yang jualan buat Ninja 250 dan lainnya pasti terasa," kata Sam kepada Kompas.com, di Jakarta, Jumat (19/1/2024).
Bicara mengenai knalpot brong yang disebut oleh polisi, Sam mengatakan sebetulnya tak paham definisi tersebut.
Menurut gambaran Sam, knalpot brong yang dimaksud ialah knalpot bersuara asal keras yang tidak mengikuti aturan. Sehingga pada dasarnya knalpot aftermarket tidak melulu atau sudah pasti knalpot brong.
"Kalau yang merek (pabrikan knalpot) sih enggak ya itu sudah dipakai peredam suara, yang tidak ada merek itu biasanya (buatan) Purbalingga. Saya sebetulnya tidak terlalu mengerti ya, tapi biasanya seperti yang R9, itu sudah ada peredamnya sudah aman," kata Sam.
Namun, faktanya di lapangan polisi memukul rata pengguna knalpot aftermarket karena menyalahi aturan. Belum lagi dalam penindakannya, cara membuktikan suara knalpot di ambang batas yang belum baku tidak pakai DB meter.
"Iya karena susah juga. Kalau sistem dari polisi itu ialah knalpot yang tidak standar, bukan knalpot racing atau knalpot brong. Knalpot yang tidak sesuai dengan standar," ujarnya.
Selama ini saat merazia knalpot pengendara motor polisi berpegang pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 56 Tahun 2019 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan.
Padahal knalpot aftermarket yang dijual bisa jadi sudah mengikuti tingkat kebisingan maksimal untuk motor kubikasi 80 cc sampai 175 cc sebesar 80 desibel (DB), dan untuk motor kubikasi di atas 175cc sebesar 83 DB.
Polisi kemudian berdalih menggunakan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 106 ayat (3) juncto pasal 285 ayat (1).
Menurut ketentuan baku terkait lalu-lintas tersebut, knalpot brong dianggap tidak memenuhi aturan teknis terkait laik jalan kendaraan. Ganjarannya adalah berupa denda maksimal senilai Rp 250.000.
Mengenai laik jalan, knalpot aftermarket bisa jadi layak jalan walau berbeda dengan knalpot bawaan pabrik. Sebab itu mesti dirinci apa yang jadi tolok ukur dan dimaksud dengan layak jalan.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/01/20/070200615/penjual-knalpot-bingung-orang-pakai-knalpot-aftermarket-kena-razia