JAKARTA, KOMPAS.com - Keberadaan truk over dimension dan over load (ODOL) makin mengkhawatirkan. Pasalnya, truk berdimensi besar ini kerap mengganggu kenyamanan pengguna jalan lain, bahkan sering terlibat dalam kecelakaan lalu lintas.
Tak hanya itu, pelanggar muatan dan dimensi berlebih atau truk ODOL di jalan juga berdampak terhadap rusaknya infrastruktur jalan dan jembatan, serta fasilitas pelabuhan penyeberangan.
Hal ini tentu berdampak pada kinerja keselamatan dan kelancaran lalu lintas yang menurun, biaya operasi kendaraan meningkat dan pada akhirnya akan berdampak terhadap kelancaran distribusi logistik nasional.
Baca juga: Berapa Biaya yang Harus Dikeluarkan untuk Transfer Muatan Truk ODOL?
Kepala Bagian Hukum dan Komunikasi Publik Ditjen Bina Marga Ande Akhmad Sanusi mengatakan, pemilik truk ODOL pada dasarnya bisa dituntut untuk mengganti rugi atas kerusakan fasilitas umum, seperti jalan, rambu, pembatas jalan, lampu lalu lintas, dan sebagainya.
“Jadi misalnya ada truk ODOL membuat jembatan ambruk, gara-gara ODOL lewat. Kan secara aturan dia cuma dipidana, terus sanksinya hanya beberapa juta rupiah. Sedangkan ini kan aset negara yang hancur, jalan sekian miliar rupiah. Sehingga kalau perusahaan pemilik truk ODOL tidak mau memperbaiki jalan itu, kami akan pakai jalur hukum untuk tuntut,” ucapnya kepada Kompas.com (11/2/2022).
Menanggapi hal ini, Bambang Widjanarko, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Tengah dan DIY mengatakan, praktik ODOL memang bisa menjadi salah satu penyebab kerusakan jalan.
“Tetapi ada juga faktor lainnya, bisa karena letak geografis, kondisi tanah, drainase, konstruksi jalan hingga faktor kendaraan. Dan sampai saat ini penyebab kecelakaan paling banyak masih didominasi oleh human error, faktor alam (cuaca), geografis,” ucap Bambang saat dihubungi Kompas.com, Rabu (23/2/2022).
Menurut Bambang, wacana Zero ODOL tidak akan tercapai jika penindakan dilakukan hanya sampai ke pengemudi dan pengusaha truk saja seperti yang terjadi sekarang ini, tanpa menyentuh pemilik barang.
“Sebab antara pemilik barang dan pemilik truk adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam hal terjadinya praktek ODOL. Truk bisa beroperasi adalah atas kesepakatan terjadinya order muat antara pemilik barang dan pemilik truk,” kata dia.
Bambang melanjutkan, Aptrindo sudah berkali-kali mengusulkan kepada Kemenhub agar dalam penindakan truk ODOL dilakukan dengan sistem digital online dan realtime, jadi tidak melibatkan petugas lagi yang hanya berpotensi menyuburkan praktik pungutan liar.
Baca juga: Sopir Truk Setuju Aturan ODOL, Asal Pemerintah Tidak Tebang Pilih
“Jika ingin menghapuskan ODOL di seluruh Indonesia, maka pemerintah harus melakukan penindakan secara rigid, tanpa kecuali dan tidak tebang pilih antara lain dengan menggunakan sistem online terpadu tadi,” ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.