JAKARTA, KOMPAS.com - Demonstrasi para sopir truk terkait penolakan aturan Over Dimension Over Loading alis ODOL, terjadi di beberapa wilayah.
Mulai Ruas Tol Purbaleunyi, Surabaya, Semarang, sampai aksi penutupan jalur Pantura yang dilakukan hingga berjam-jam di Kudus, Jawa Tengah.
Para sopir protes ragam aturan terkait pengetatan truk ODOL. Mulai dengan menolak sanksi tilang, pemotongan bodi atau normalisasi, menuntut revisi standar angkutan barang, kemudahan uji KIR dan emisi, dan penetapan standardisasi upah angkutan barang.
Selain itu, para sopir juga meminta keadilan terkait sanksi yang selama ini hanya menyasar pada pengendara dan pemilik transportasi saja, sementara pengguna jasa atau pemilik barang, yang diklaim berperan menciptakan tren ODOL justru tidak ditindak.
Baca juga: Protes Aturan ODOL, Ribuan Sopir Truk Demonstrasi di Surabaya
Merespons hal tersebut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengatakan, pihaknya akan melakukan audiensi terhadap perwakilan dari para sopir. Namun dipastikan soal aturan yang sudah ada untuk ODOL akan tetap berjalan.
"Kita berusaha kooperatif, mungkin nanti beberapa perwakilan dari pengemudi atau asosiasi bisa bertemu langsung dengan saya. Kita dengar aspirasi dan diskusikan bersama," ucap Budi kepada Kompas.com, Selasa (22/2/2022).
Untuk permintaan terkait soal sanksi, Budi menjelaskan bila tersebut sudah dibahas jauh-jauh hari yang akan dituangkan pada revisi Undang Undang Lalu Lintas dan Jalan Raya Nomor 22 Tahun 2009.
Menurut Budi, terkait soal penindakan nantinya tidak hanya menyasar sopir dan pemilik kendaraan saja, tapi juga ikut menyeret para pemilik barang atau pengguna jasa.
Lihat postingan ini di Instagram
"Rencana pada revisi UU Nomor 22 ada perluasan sanksi terkait ODOL yang juga menyertakan pemilik barang. Bahkan kami sudah sering mendiskusikan bersama dengan Komisi V DPR atau di FGD. Selain itu, ada juga nanti sanksi yang dibuat lebih berat lagi," kata Budi.
Lebih lanjut Budi menjelaskan, langkah-langkah pemerintah dalam melakukan penertiban ODOL dilakukan bersama dengan asosiasi pengemudi, bahkan menggandeng pihak lain termasuk agen pemegang merek (APM) yang memasarkan truk.
Hal tersebut lantaran pada dasarnya, pemerintah peduli dengan para sopir. Bahkan berusaha untuk tak menjadikan pengemudi dari truk ODOL sebagai korban, baik dari sisi pengenaan sanksi dan yang lebih penting terkait keselamatan saat beroperasi.
Upaya-upaya tersebut beberapa sudah mulai dilakukan, misal seperti penindakan atau pemberian sanksi bagi pelaku karoseri. Sampai mengusut oknum-oknum yang dengan sengaja mengoperasikan ODOL sampai menelan korban jiwa akibat menyebabkan kecelakaan.
Baca juga: Termasuk Kejahatan Lalu Lintas, Polisi Bakal Tindak Truk ODOL
"Selama ini banyak pengemudi yang tak tahu menahu bila tiba-tiba kendaraannya dimuati barang berlebih sampai 100 persen. Itu kan berbahaya, kendaraan jadi lambat kecepatannya, rawan rem blong, kasihan bila pengemudi jadi korban. Sebetulnya kami melindungi dan mencari jalan tengah supaya mereka tak menjadi korban saja," ujar Budi.
Dari upaya selama ini, menurut Budi sudah mulai banyak sopir truk yang sadar akan bahayanya mengoperasikan truk ODOL, bahkan dengan sendirinya sudah ada yang melakukan normalisasi atau pemotongan. Contoh seperti yang lebih dari 3.000 truk di Banyuwangi beberapa waktu lalu.
"Dengan duduk bareng berdiskusi kita cari jalan tengahnya. Aspirasi mereka juga bisa kami koneksikan dengan kementerian terkait lain, seperti logistik atau angkutan barang," katanya.