JAKARTA, KOMPAS.com - Meski sudah mendapat angin segar dari sisi bantuan langsung tunai (BLT), tapi pengusaha bus menggaku belum mendapat kejelasan relaksasi atau keringanan kredit dari pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Padahal, dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 mengenai Stimulus Perekonomian Nasional sebagai kebijakan Countercyclical akibat dampak pandemi corona (Covid-19), sektor transportasi termasuk salah satu debitur yang mendapatkan perlakuan khusus.
"Dari OJK memang seperti itu, tapi pada praktiknya beda. Meski sudah ada, tapi sebagian banyak badan pembiayaan justru menggaku belum bisa memberikan relaksasi pembayaran cicilan," ucap Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (1/4/2020).
Baca juga: Bukan Gratis Setahun, Ini Bentuk Relaksasi Kredit dari FIF Group
Pria yang akrab disapa Sani itu mengatakan, kebanyakan leasing beralasan tak bisa memberikan keringanan lantaran belum ada petunjuk pelaksana (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) dari badan otoritas.
Beberapa perusahan pembiayaan yang sampai saat ini belum memberikan kelonggaran bagi pengusaha bus, menurut Sani diantaranya adalah adalah Toyota Auto Finance (TAF), Asia Finance, BRI Finance, Mandiri Utama Finance (MUF), BCA Finance, Hino Finance, SMFL Leasing Indonesia, dan lainnya.
Meski demikian, Sani juga ikut menyayangkan sikap pemerintah yang kurang detail dan mengerucut mengenai siapa saja yang mendapat perlakuan khusus dari relaksasi tersebut. Termasuk penjabaran mengenai batasan plafon di bawah Rp 10 miliar
"Bisnis kami ada yang di bawah Rp 10 miliar ada juga yang di atas tapi tak lebih dari Rp 20 miliar, ini bagaimana, karena dalam kondisi seperti ini pastinya sangat berdampak, sedangkan mereka (leasing) berlindung pada ketetapan yang selalu disebut-sebut," ujar Sani.
Baca juga: Syarat Mengajukan Permohonan Penundaan Kredit Motor dan Mobil
"Intinya pemerintah harus bisa detail dan mengerucut, bukan hanya selalu ojek online dan taksi online saja, sementara kami tidak tersebut. Tolong kebijaksanannya dari pemerintah agar tidak timbul stigma," kata dia.
Berdasarkan lembar tanya-jawab POJK, sebetulnya disebutkan dengan jelas bila debitur yang mendapatkan perlakuan khusus adalah yang mengalami kesulitan memenuhi kewajiban pada bank karena debitur atau usaha debitur terdampak Covid-19, baik secara langsung ataupun tidak langsung pada sektor ekonomi.
Bidangnya sendiri beragam, mula dari pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.
"Dalam POJK jelas diatur bahwa pada prinsipnya bank dapat melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit atau pembiayaan kepada seluruh debitur, termasuk UMKM, sepanjang debitur teridentifikasi terdampak COVID-19. Pemberian perlakuan khusus tersebut tanpa melihat batasan plafon kredit atau pembiayaan," tulis pernyataan OJK dalam lembat tanya-jawab.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.