JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagai pengguna jalan pasti sering berpapasan dengan kendaraan berpelat nomor ‘kebal hukum’ atau ‘pelat dewa’ yang minta jalan.
Istilah tersebut digunakan tanda nomer kendaraan bermotor (TNKB) yang dipakai oleh para pejabat negara. Misalnya dengan akhiran huruf RFP, RFS, RFD, RFL dan lainnya.
Tentunya, mobil dengan pelat tersebut memiliki sejumlah fasilitas karena diberikan oleh negara kepada instansi atau pejabat tertentu. Sebab, warga sipil tidak bisa menggunakan pelat nomer dewa atau khusus ini.
Baca juga: Merasa Pegal Saat Mengemudi, Itu Gejala Keletihan
Bahkan cukup sering masyarakat pengguna jalan tol melihat mobil berpelat nomer “dewa” tersebut dengan asiknya melaju di bahu jalan, masuk ke jalur busway, dan lain sebagainnya tanpa ada pengawalan dengan tujuan mengindari antrean kemacetan.
Lantas, apa yang harus dilakukan pengguna jalan lain jika berhadapan dengan pelat dewa yang menggunakan sirene atau rotator di jalan tanpa pengawalan, sebaiknya menepi atau dibiarkan?
Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, perlu dipahami oleh setiap pengguna jalan bahwa satu-satunya fokus pengendara adalah bagaimana caranya sampai di tujuan dengan aman dan selamat.
Menurut Jusri, untuk mencapai hal tersebut, para pengguna jalan harus dibekali dengan 3 poin. Pertama, tertib. Kedua, antisipatif dari segala ancaman saat berkendara yang bisa berasal dari kanan-kiri, depan-belakang. Ketiga, empati, di mana pengguna jalan harus saling mengalah dan memiliki kestabilan emosi.
“Perlu diingat, jalan raya itu merupakan ruang publik. Saat kita tidak memiliki salah satu dari poin tersebut, emosi dan mental kita bisa terganggu. Dengan begitu, persepsi dan konsentrasi kita dalam berkendara akan turun sehingga bisa membuat kita terlibat konflik di jalan raya,” ucap Jusri saat dihubungi Kompas.com beberapa waktu lalu.
Menurut Jusri, jika pengguna jalan berada dalam kondisi seperti itu lebih baik mengalah saja. Bukan soal benar atau salah, siapa yang paling cepat atau siapa yang memiliki kedudukan lebih tinggi. Namun, ingat lagi bahwa fokus utama saat berkendara adalah sampai di tujuan tanpa mengalami insiden apapun.
“Meski sikap pengemudi tersebut salah, namun bukan wewenang kita sebagai pengguna jalan untuk menghakimi perbuatan mereka. Jadi lebih baik hindari konflik dan mengalah saja.” katanya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana. Menurutnya tidak jarang ditemui pelat nomor dewa meminta perlakuan khusus di jalan raya dengan cara menyalakan strobo atau sirine serta sedikit arogan.
“Ini tentunya meresahkan, karena tindakannya membahayakan pihak lain,” kata Sony.
Sony melanjutkan, ketika kita bertemu mereka, memang tidak ada kewajiban untuk membuka jalan dengan alasan apapun, karena kita memiliki hak yang sama.
“Tapi demi keamanan, lebih baik mengalah. Artinya apabila ada ruang untuk memberi jalan itu lebih baik dari pada menutupnya,. Karena lampu strobo atau suara sirene membuat adrenalin naik dan stress yang bisa berujung emosi,” ucapnya.
Baca juga: Promo Yamaha, Diskon Jasa Servis dan Suku Cadang Buat Driver Ojol
Sementara itu Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo menambahkan, meski kendaraan tersebut menggunakan nopol khusus, tetapi seluruh pengguna jalan tetap mempunyai hak dan kewajiban yang sama ketika berkendara di jalan raya.
“Seluruh pengguna jalan di Indonesia memiliki kewajiban dan hak yang sama kecuali terdapat hak-hak khusus seperti yang termaktub dalam UU 22/209 LLAJ terkait kendaraan yang diprioritaskan,” ucap Sambodo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.