JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan menyiapkan sistem transportasi yang berkonsep higienis dan humanis. Hal ini dilakukan untuk menghadapi masa adaptasi new normal.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, dalam menghadapi adaptasi kebiasaan baru atau new normal, yang diutamakan adalah aspek kesehatan dan ekonomi.
"Untuk itu kita harus membangun transportasi yang lebih higienis, humanis, dan tentunya less contact, yang memberikan solusi dan manfaat bagi rakyat banyak," ucap Budi, dalam keterangan resminya, Sabtu (6/6/2020).
Budi menjelaskan, transportasi publik yang dahulu menjadi moda dan sarana berkumpul dan berkegiatan, kini harus berubah dengan mengutamakan aspek kesehatan dalam rangka mencegah penularan Covid-19.
Baca juga: Penumpang Transportasi Umum Dibatasi, Organda Usul Tambah Armada
Para pengguna dan operator, harus bisa beradaptasi dengan adanya kebiasaan baru melalui prosedur dan protokol yang berbasis pada kesehatan, kebersihan, juga physical distancing.
Misalnya seperti wajib mengenakan masker dalam bertransportasi juga menjaga jarak antar penumpang.
Kedua hal tersebut menurut Budi akan menjadi sebuah budaya baru, namun untuk melakukan itu semua memang diperlukan pemikiran yang mendasar dan mendalam dari masing-masing individu.
Budi menjelaskan, adaptasi kebiasaan baru memiliki setidaknya dua keuntungan. Pertama protokol kesehatan yang akan menjaga Indonesia dari ancaman pandemi (berkelanjutan).
Kedua, mendukung keberlangsungan negara dari berbagai sisi dan mencegah berbagai masalah baru, seperti krisis fiskal, ketahanan pangan, dan gangguan sistem pendidikan.
"Namun tantangan dalam melakukan adaptasi kebiasaan baru di sektor transportasi pasti ada. Dalam penerapan protokol kesehatan dan physical distancing pastinya akan berimplikasi pada meningkatnya cost operasional transportasi, karena okupansi tidak 100 persen. Ini yang harus segera kita cari solusinya," ujar Budi.
Baca juga: Kecuali Ojol, Aturan Ganjil Genap Bakal Berlaku untuk Motor Pribadi
Budi juga mengatakan, bila di satu sisi operator transportasi harus mengeluarkan dana lebih untuk mengakomodir protokol kesehatan. Tapi di sisi lain, pendapatan mereka kini sudah berkurang akibat okupasi yang tidak bisa 100 persen.
Adanya kenaikan tarif pada angkutan umum juga tidak bisa dilakukan karena bisa akan membebankan masyarakat. Karena itu perlu adanya solusi apakah Pemerintah akan menambah subsidi atau mengupayakan kebijakan lainnya.
Untuk itu, Menhub mengungkapkan, perlu kolaborasi dan saling dukung dari para pemangku kepentingan, baik pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan dunia industri, perguruan tinggi, maupun organisasi masyarakat.
Sebelumnya, dalam diskusi virtual yang digelar oleh Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Direktur Politeknik Keselamatan Transportasi Jalan Siti Maimunah mengatakan, proses pelaksanaan new normal pada transportasi umum akan menimbulkan biaya lebih lantaran kendaraan umum tidak bisa mengangkut penumpang dalam jumlah banyak.
Baca juga: Besok Ojol Sudah Boleh Bawa Penumpang, tapi Wajib Pakai APD
Hal ini sangat bertolak belakang dengan fungsi dari transportasi umum sebelumnya yang diciptakan agar bisa membawa penumpang dalam jumlah besar, layaknya KRL sampai MRT. Karena itu, adanya pembatasan pada new normal dibutuhkan rasional pembiayaan pada sektor transportasi.
"Perlu ada inovasi karena pelaksanaan new normal tidak hanya berjalan untuk jangka pendek saja, tapi akan seterusnya. Keselamatan dan kesehatan transportasi umum dan juga kendaraan pribadi harus menjadi prioritas, mulai pemerintah sebagai regulator, operator, serta awak angkutan sampai pengguna angkutan umum di negeri ini," ucap Maimunah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.