Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Solar Mau Naik, Pengamat Sebut Angkutan Umum Perlu Subsidi

Kompas.com - 28/08/2022, 07:22 WIB
Dio Dananjaya,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Kabar soal kemungkinan adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi, Pertalite dan Solar, mulai menjadi perbincangan di tengah masyarakat.

Bahkan dari berbagai rumors yang berkembang, Pertalite kabarnya bakal naik menjadi Rp 10.000 per liter. Artinya ada kenaikan Rp 2.350 dari banderol saat ini yang masih Rp 7.650 per liter.

Presiden Joko Widodo sudah mengatakan, kenaikan harga BBM harus dikaji dampaknya sebelum resmi diumumkan.

Baca juga: Baru Meluncur, Legacy SR3 Buatan Laksana Siap Ekspor

“Ini menyangkut hajat hidup orang banyak, jadi semuanya harus diputuskan secara hati-hati. Dikalkulasi dampaknya, jangan sampai dampaknya menurunkan daya beli rakyat, menurunkan konsumsi rumah tangga,” ucap Jokowi (23/8/2022).

Menanggapi isu kenaikan harga BBM subsidi, Pengamat transportasi Djoko Setijowarno, mengatakan, penikmat subsidi BBM kebanyakan adalah pengguna kendaraan pribadi.

Menurutnya, berdasarkan catatan Kementerian ESDM pada 2012, kelompok pengguna BBM subsidi paling banyak adalah kendaraan pribadi, sebanyak 93 persen. Sementara sisanya adalah truk 4 persen dan transportasi umum 3 persen.

Baca juga: Biaya Isi Bensin Full Tank Nmax dan Beat jika Pertalite Naik

Kondisi inilah yang membebani keuangan negara ketika memberi subsidi BBM. Akademisi dari Unika Soegijapranata ini mengatakan, subsidi bakal lebih tepat jika diberikan kepada angkutan umum.

“Sekarang, 10 tahun kemudian transportasi umum makin berkurang. Kendaraan pribadi terutama sepeda motor melesat populasinya,” ucap Djoko, kepada Kompas.com (27/8/2022).

“Cukup berat beban negara memberi subsidi BBM. Saatnya membenahi angkutan penumpang (berbadan hukum) dan angkutan barang (truk ODOL),” ujar dia.

Baca juga: Kenapa Batasan Usia Bikin SIM Motor Dibuat Berbeda?

Djoko juga mengatakan, ketimbang subsidi BBM, pemerintah punya pilihan untuk menyubsidi angkutan umum, yang juga bisa dirasakan oleh semua kalangan.

Sementara untuk subsidi kendaraan listrik memang bisa mengurangi penggunaan BBM. Namun, rencana tersebut dianggap tidak mengena lantaran banderol mobil atau motor listrik yang masih mahal. Pembeli mobil bukan termasuk rakyat miskin yang butuh bantuan ekonomi.

“Yang realistis saja sekarang, DPR akan mengurangi subsidi operasional BTS (Buy The Service) di 11 kota menjadi 50 persen dari yang sekarang. Lebih baik DPR mengurangi subsidi buat PSO (Public Service Obligation) KRL yang hanya warga Jabodetabek nikmati,” kata Djoko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau