JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah terus mendorong percepatan tren kendaraan listrik termasuk sepeda motor listrik di jalan. Meski tren ini disebut positif, pemakai motor listrik belum terlalu banyak di jalan.
Salah satu kekhawatiran pengguna motor listrik ialah soal isi daya baterai yang berpengaruh pada jarak tempuh. Sistem charging dianggap kurang praktis sedangkan sistem tukar pakai atau swap masih menunggu perkembangan infrastruktur stasiun swap baterai.
Baca juga: Rekomendasi Motor Custom yang Ideal bagi wanita
Meski bukan jawaban soal baterai, Hendro Sutono, pegiat motor listrik dan juru bicara Komunitas Sepeda Motor Listrik (Kosmik), mengatakan, pengguna motor listrik sebaiknya memahami Eco riding.
"Eco riding adalah gaya berkendara yang mengusahakan jarak tempuh sejauh mungkin dengan menggunakan energi seirit mungkin," kata Hendro kepada Kompas.com, Rabu (4/8/2022).
"Kita ketahui bersama bahwa motor listrik membutuhkan waktu 5-6 jam dari kosong untuk bisa terisi penuh. Karena itu energi yang telah tersimpan dalam baterai harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mencapai jarak tempuh sejauh-jauhnya," kata dia.
Baca juga: Hitung Biaya Perawatan Suzuki Ignis, Tiap Hari Sisihkan Rp 4.000
Hendro mengatakan, ada beberapa hal yang menjadi dasar Eco riding:
1. Jaga puntiran gas
Naik motor listrik gas jangan langsung dipuntir hingga habis. Terlalu banyak memuntir gas maka akselerasi motor akan menjadi spontan tetapi hal itu banyak memakan energi.
"Sebaiknya puntir gas secukupnya untuk menggerakkan motor lalu tambahkan kecepatan secara berkala. Sering juga kita sebutkan gas diayun," kata dia.
Baca juga: Cleveland Ace 250 Twin, Motor 2-Silinder di Bawah Rp 70 juta
2. Jaga tekanan ban
Jaga tekanan ban sesuai rekomendasi pabrikan. Tekanan ban yang terlalu rendah akan membuat ban menjadi lebih berat saat menggelinding di aspal, sehingga akan menghabiskan energi lebih banyak.
"Karena itu kita harus selalu menjaga tekanan ban motor kita agar selalu berada pada tekanan yang direkomendasikan oleh pabrik," ucapnya.
3. Kurangi stop and go
Pada saat kita ngerem maka kita membuang momentum dan saat start kembali maka kita membutuhkan energi yg besar untuk menggerakkan motor dari kondisi diam menjadi bergerak. Karena itu semakin sedikit stop and go maka energi yg dibutuhkan akan semakin kecil. Jadi jangan ngerem kalo gak perlu-perlu banget.
4. Push and glide
Ini adalah teknik paling dasar dalam Eco driving yaitu membangun kecepatan kemudian lepas gas dan biarkan motor menggelinding dengan kecepatan yang sudah tercapai.
Baca juga: Aturan Konversi Mobil Listrik Lagi Digodok Pemerintah
Ketika kecepatan mulai berkurang maka cukup putar gas sedikit saja. Benda yang sudah bergerak hanya memerlukan penambahan sedikit gaya untuk menambah kecepatannya.
"Tehnik push and glide ini juga dipakai untuk menghadapi lampu merah atau tikungan. Jika kita lihat di traffic light masih merah maka kita gak perlu ngegas lagi. Biarkan motor menggelinding dan berkurang kecepatannya, hingga bisa berhenti tanpa harus ngerem," kata dia.
"Jika beruntung malah bisa dapat lampu hijau sebelum kita harus berhenti total, sehingga tidak terjadi stop and go, kita tinggal tambahkan sedikit daya untuk menaikan kecepatan kembali," ucap Hendro.
5. Berjalan stabil pada kecepatan rata-rata
Kementerian perhubungan telah menetapkan kecepatan rata-rata di jalan dalam kota adalah 40km/jam. Kecepatan rata-rata itu diatur melalui banyak cara dan diantaranya melalui interval antar traffic light.
Waktu lampu hijau menyala telah diatur secara harmonis untuk menghasilkan kecepatan rata-rata 40km/jam.
"Jadi jika kita berangkat dari 1 traffic light dan bisa dgn cepat mencapai 60km/jam maka kita akan berhenti di traffic light berikutnya untuk menunggu lampu hijau menyala," ungkap Hendro.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.