JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Laboratorium Motor Bakar, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Arifin Nur meragukan alat pengubah air murni menjadi bahan bakar kendaraan bermotor.
Menurut dia, teknologi tersebut secara teori masih belum memungkinkan untuk digunakan atau dioperasikan. Sehingga, besar kemunginan bisa timbul adanya masalah besar.
"Secara teori, untuk saat ini saya rasa tidak mungkin," kata Arifin ketika merespons temuan Ariyanto Misel sebagaimana dilansir KompasTV dalam program AIMAN, Senin (23/5/2022).
"Saya mencurigai masih ada kebocoran dari bensin yang digunakan di motor tersebut sehingga motor tetap bisa jalan," kata dia.
Baca juga: Bagaimana Nasib Pelat Nomor Warna Hitam?
Komentar serupa juga dinyatakan oleh salah satu fisikawan, Fajrul Falah, yang mana proses pembakaran pada kendaraan terkait tidak efisien meskipun sangat memungkinkan.
Sebab, secara keseluruhan sistemnya, yaitu aki digunakan untuk proses elektrolisis air sehingga bisa dijadikan bahan bakar kendaraan bermotor, membutuhkan sumber energi yang besar.
Sementara tenaga yang dapat dihasilkan sangat kecil (6 kWh berbanding 1,5 kWh).
"Elektrolisis (pemisahan air dengan listrik) memang bisa menghasilkan gas hidrogen ataupun oksigen. Gas ini bisa saja dimasukkan ke pembakaran kendaraan bermotor dan dijadikan bahan bakar," katanya dalam siaran YouTube pribadi Fajrul Fx.
"Tapi, masalahnya secara keseluruhan sistem itu tidak efisien. Mengingat sumber energi awal dalam proses tersebut ialah berasal dari aki yang kemudian diambil untuk elektrolisis sampai terjadinya pembakaran," lanjut Fajrul.
Menurut hitungannya, untuk memproses (elektrolisis) satu liter atau 1 Kg air kendaraan membutuhkan energi sebesar 4,4 kWh. Sedangkan hasil pembakaran hidrogen yang dihasilkan juga 4,4 kWh.
Baca juga: Tak Hanya Ganti Warna, Pelat Nomor Kendaraan Juga Bakal Dilengkapi Cip
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.