JAKARTA, KOMPAS.com - Skema lalu lintas ganjil genap makin diperluas dengan wilayah penerapannya yang kini bertambah hingga ke kawasan wisata. Terhitung dari DKI Jakarta, Kawasan Puncak Bogor, Bandung, Yogyakarta, hingga Bali mulai menerapkan sistem tersebut.
Selain itu, muncul pula wacana dari Kementerian Perhubungan yang hendak merumuskan aturan tertulis mengenai skema ganjil genap di kawasan wisata secara nasional. Belum lagi ditambah rencana Pemerintah Kabupaten Bogor yang akan menerapkan ganjil genap kawasan wisata secara permanen.
Berbagai tanggapan pun muncul di masyarakat, baik pro maupun kontra. Sekjen Masyarakat Sadar Seni Budaya dan Pariwisata (Masdarwis) Bambang Widjanarko menilai, skema ganjil genap hanya akan merugikan masyarakat jika diterapkan secara permanen.
Baca juga: Honda BR-V Terbaru Siap Meluncur, Ada 5 Varian, Ini Bocoran Harganya
"Sebetulnya sah saja jika ganjil genap di kawasan wisata hanya bersifat temporary selama masa pandemi ini. Namun jika dilakukan terus berulang dan jadi kebiasaan bahkan dipermanenkan, ini kurang tepat," ujar Bambang kepada Kompas.com, Minggu (19/9/2021).
Bambang menyebutkan, penerapan ganjil genap tanpa persiapan yang matang dari pemerintah hanya akan membuat industri pariwisata makin terpuruk. Penerapan kebijakan tersebut seolah tidak memahami karakteristik masyarakat Indonesia dalam berwisata.
Ia menyebutkan bahwa kultur berwisata masyarakat Indonesia umumnya secara rombongan seperti keluarga. Sangat jarang ditemui masyarakat lokal berlibur sendirian atau solo traveling.
Baca juga: Suzuki Jimny Terbaru, Harga Mulai Rp 192 Jutaan
Oleh sebab itu, penggunaan kendaraan pribadi yang mampu memuat banyak orang seperti mobil jenis multi purpose vehicle (MPV) akan kerap ditemui di kawasan wisata. Hal ini tentu tidak selaras dengan kebijakan ganjil genap tersebut.
"Sekarang misalnya ada rombongan keluarga dari luar daerah hendak berlibur ke Puncak, tidak tahu sedang diterapkan ganjil genap di Puncak padahal sudah booking penginapan dan sebagainya, lantas diminta putar balik karena pelat nomor kendaraannya tidak sesuai, tentu ini akan menyulitkan," katanya lebih lanjut.
Seharusnya pemerintah turut menyiapkan solusi praktis jika terjadi kasus semacam itu. Misalnya di area perbatasan sebelum memasuki wilayah pemberlakuan ganjil genap diberi fasilitas feeder seperti mobil shuttle atau angkutan sejenis. Pengemudi yang pelat nomor kendaraannya tidak sesuai tanggal bisa diarahkan untuk memarkirkan kendaraan di luar kawasan ganjil genap tersebut.
Baca juga: Hasil MotoGP San Marino 2021, Bagnaia Juara Lagi, Quartararo Kedua
"Sebagai contoh di Zermatt, Swiss yang menerapkan larangan kendaraan bahan bakar fosil masuk ke wilayahnya. Namun, pemerintah setempat turut menyediakan sarana kendaraan listrik yang bisa diakses masyarakat umum sebagai solusi praktis dari larangan tersebut," kata Bambang menambahkan.
Bambang pun turut menjelaskan bahwa semasif apa pun sosialisasi yang dilakukan pemerintah mengenai skema ganjil genap di kawasan wisata, dapat dipastikan masih ada sebagian masyarakat yang belum mengetahui informasi tersebut dan sudah telanjur tiba di kawasan wisata terkait.
Maka dari itu, dibutuhkan persiapan yang matang dan terstruktur sebelum benar-benar akan menerapkan skema ganjil genap di kawasan wisata secara permanen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.