JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah pemerintah untuk memperpanjang pemberian insentif pada Pajak Penjuaan atas Barang Mewah (PPnBM) hingga 100 persen di sektor otomotif berpotensi menciptakan supply shock.
Sebab, kondisi permintaan atas mobil baru tidak diimbangi produksi dari manufaktur terkait. Sehingga membuat serapannya jadi sulit terpenuhi.
Apalagi kini kinerja pabrik belum pulih sepenuhnya imbas pandemi Covid-19 setahun belakangan dan terdapat krisis cip global.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), tercatat bahwa produksi mobil di tiga bulan ke belakang terus menurun, khususnya Mei 2021.
Baca juga: Penjualan Mobil Mei 2021 Melambat, Ini Alasannya
Secara rinci, pada Maret 2021 produksi berhasil mencapai angka tertinggi 102.637 unit. Tapi satu bulan setelahnya, langsung turun 9,7 persen menjadi 93.575 unit.
Kondisi ini semakin parah pada Mei 2021 yang anjlok 32 persen jadi 63.636 unit. Angka tersebut bahkan lebih rendah dari pencapaian awal tahun dengan rata-rata 75.000 unit.
Sedangkan permintaan pasar dalam negeri yang diwakili oleh data penjualan ritel, trennya meningkat dan cenderung stabil. Yaitu dari 77.515 unit pada Maret 2021 ke 79.499 unit di April 2021.
Kemudian satu bulan setelahnya, penurunan pasar hanya 19,3 persen menjadi 64.175 unit.
Masih berdasarkan laporan Gaikindo, hampir semua merek mengalami penurunan produksi, terutama pabrikan yang mendapat relaksasi PPnBM.
Baca juga: Pasar LCGC Anjlok di Mei 2021, Berikut Mobil Terlarisnya
Toyota dan Mitsubishi Motors misalnya, yang tercatat menurun 37,2 persen dan 40 persen secara bulanan masing-masing. Kemudian Suzuki turun 47,9 persen, Honda 52,4 persen, serta Daihatsu 90,9 persen.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.