JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah berencana mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap kebutuhan pokok atau sembako di tengah-tengah pengumuman perpanjangan relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 0 persen.
Keputusan ini menimbulkan polemik, pemerintah dinilai membuat ekonomi masyarakat kelas menengah-bawah makin kalut, sementara itu memberikan keleluasaan bagi kelas menengah-atas.
Edy Priyono, Ketua Tim Monitoring dan Evaluasi Pemulihan Money (PEN) Kantor Staf Presiden (KSP), mengatakan, dua hal tersebut merupakan sesuatu yang berbeda.
Baca juga: Cara Blokir STNK pada Kendaraan yang Sudah Dijual
“PPnBM mobil ini kan kebijakan jangka pendek. Pendek banget malah, sekarang saja cuma sampai Agustus. Sedangkan perubahan kebijakan pajak terkait dengan PPN itu kebijakan jangka panjang,” ujar Edy, dalam tayangan Kompas Malam di Kompas TV (14/6/2021).
“Dalam arti akan diterapkan nanti setelah krisis berakhir, atau dianggap sudah berakhir. Atau kalau kita bicara tahun anggaran, yaitu tahun 2023,” kata dia.
Edy menambahkan, membandingkan relaksasi PPnBM dengan pajak sembako tidak ada relevansinya.
Baca juga: Relaksasi PPnBM 0 Persen Ada Lagi, Kapan Mobil Toyota Turun Harga
Sebab yang satu merupakan kebijakan jangka pendek, sementara satunya lagi masih berupa kemungkinan.
Edy juga mengatakan, ada dua alasan mengapa pemerintah memperpanjang relaksasi PPnBM 0 persen.
“Pada intinya ada dua yang dievaluasi, pertama adalah dampaknya terhadap penjualan mobil. Dan kami melihatnya itu, lebih banyak ke penjualan retail,” ucap Edy.
“Yang kedua, anggarannya masih ada tidak. Ini kan dialokasinya sekitar Rp 5,6 triliun, jadi anggarannya masih ada. Kemudian sampai dengan batas waktu kemarin belum terpakai semua, jadi tidak masalah untuk diperpanjang,” tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.