Jakarta, KompasOtomotif – Pihak Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) menganggap Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan kesalahan fatal dalam penghitungan laba perusahaan. Pernyataan itu diungkap Dyonisius Beti Executive Vice President YIMM saat presentasi tanggapan di sidang kedua dugaan kartel YIMM dengan Astra Honda Motor (AHM) di kantor KPPU, di Jakarta (Selasa (26/7/2016).
Menurut Dyonisius dalam Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) buatan KPPU, terdapat keterangan pada halaman 22 butir 3 yang menjelaskan keuntungan YIMM disimpulkan berlebihan. Meningkatnya laba YIMM yang begitu besar diduga karena kartel.
Di situ tertera laba YIMM pada 2014 naik Rp 127 miliar dibanding laba 2013 sebesar Rp 1.717 miliar. KPPU menghitung kenaikan laba itu 47,4 persen, padahal seharusnya, kata Dyonisius, hanya 7,4 persen.
“Ini adalah salah satu yang krusial dari LDP. Menurut investigator bahwa peningkatan keuntungan Yamaha 2014 dibanding 2013 adalah 47,4 persen. Sehingga kelihatannya besar sekali profitnya,” ucap Dyonisius.
“Coba hitung angka dari investigator sendiri, bahwa kenaikan laba Rp 127 miliar kalau dibanding Rp 1.717 miliar (2013) itu 7,4 persen. Angka 47,4 persennya dari mana? Itu angka yang dimanipulasi untuk menunjukan bahwa angka itu besar sekali. Kami melihat itu menciptakan seolah-olah teradi excessive profit,” ungkap Dyonisius bernada tegas.
Laba turun
Ketidakakuratan data KPPU juga dipertanyakan Dyonisius, sebab seluruh data keuangan YIMM sudah diserahkan sesuai permintaan KPPU.
“Kesimpulan investigator 47,4 persen itu karena naik harga. Ini tidak benar. Yang benar laba bersih setelah pajak 3,8 persen. Tingkat laba ini sangat rendah dibanding sektor lain,” jelas Dyonisius.
“Laba perusahaan 2014 apabila menggunakan metode yang sama dibanding 2013 turun 8,6 persen. Kalau begitu untuk apa kartel, volume turun, profit turun, jadi laba yang rendah membuktikan tidak ada kartel,” katanya lagi.
Kesalahan fatal KPPU menjadi salah satu alasan YIMM meminta kepada majelis hakim agar perkarak tuduhan kartel tidak dilanjutkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.