Jakarta, KompasOtomotif – Pihak Yamaha Motor Indonesia Manufacturing (YIMM) dalam persidangan perkara No 04/KPPU-I/2016 terkait dugaan penetapan harga produk dengan Astra Honda Motor (AHM), telah menjelaskan bahwa alat bukti berupa email dan pertemuan golf para eksekutif tidak sah. Selain itu Yamaha juga membeberkan mengapa kartel tidak mungkin terjadi berdasarkan faktor keekonomian.
Dalam Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) disebutkan terjadi pelanggaran atas Pasal 5 Ayat 1 dalam Undang-undang 5 Tahun 1999 tentang praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU menduga terjadi kesepakatan pengaturan harga skutik berkapasitas 110 – 125 cc.
Menurut Dyonisius Beti, Executive Vice President YIMM yang mempresentasikan tanggapan di sidang terbuka itu, jika ada perjanjian antara Honda dan Yamaha seharusnya terjadi kestabilan pangsa pasar. Namun kenyataannya pangsa pasar skutik 110 – 125 cc Yamaha terus turun, sementara itu Honda kini memimpin.
Pasar pasar skutik 110 – 125 cc adalah yang terbesar dalam industri sepeda motor di Indonesia. Di kelas itu ada empat pemain lainnya di luar Yamaha dan Honda yaitu Suzuki, TVS, Piaggio, dan Viar. “Pasar matik ini besar masa pemain lain diam kalau cuma dikuasai oleh dua pemain,” kata Dyonisius di hadapan majelis hakim, Kantor Pusat KPPU, Jakarta, Selasa (26/7/2016).
Selama ini memang pangsa pasar Yamaha dan Honda yang paling dominan, namun pemusatan itu menurut Dyonisius bukan karena ada kesepakatan yang menghalangi merek lain untuk bersaing. Akan tetapi memang industrinya butuh modal investasi besar buat meraup pasar.
“Perlu teknologi tinggi, perlu sumber daya manusia yang canggih sekali, tentu perlu energi yang kuat, tentu butuh biaya operasional yang besar sekali. Sehingga pemain lain kalah bersaing dengan dua merek ini,” jelas Dyonisius.
Baca Juga: Ini Bocoran Surel Berbau Kartel dari Manajemen Yamaha
Persaingan antara Yamaha dan Honda sangat ketat di kelas 110 cc yang kontribusinya terbesar. Dyonisius jujur mengakui Honda terus-terusan mengeluarkan produk baru sehingga menjadi pemimpin pasar, sementara itu Yamaha kalah saing.
“Kalau kita lihat persaingan pasar skutik 125 cc itu juga sama. Kami market share turun drastis. Jadi pasar ini selalu bersaing dan pangsa pasar tidak pernah stabil,” ucap Dyonisius.
Black campaign
Hasil dari persaingan ketat terjadi persaingan promosi yang cenderung mengarah ke black campaign. Dalam materi presentasi Dyonisius menunjukan produk iklan dari kompetitor yang menjelekkan sepeda motor Yamaha.
Kompetisi juga terjadi pada level ritel, seperti perang promosi dan diskon serta kompetisi lewat berbagai aktivitas. Bila ada kesepakatan harga, menurut Dyonisius, tidak perlu sampai seperti itu.
“Dan untuk diketahui juga, kalaupun ada kartel, 110 – 125 cc itu adalah pasar terbesar. Mana mau pemain-pemain lain membiarkan pasar itu hanya dua orang yang mengatur pasti bakal berusaha merebut pasar ini,” kata Dyonisius.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.