Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Bocoran Surel Berbau Kartel dari Manajemen Yamaha

Kompas.com - 26/07/2016, 17:52 WIB
Febri Ardani Saragih

Penulis

Jakarta, KompasOtomotif – Sidang kedua persidangan dugaan kartel antara Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan Astra Honda Motor (AHM) resmi digelar di kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Jakarta, Selasa (26/7/2016).

Dalam persidangan yang berlangsung sekitar satu jam itu hanya mendengarkan tanggapan dari pihak Yamaha yang disampaikan oleh Dyonisius Beti, Executive Vice President YIMM. Pihak Honda tidak memberikan tanggapan tetapi akan menyerahkan tanggapan tertulis kepada KPPU paling lambat 28 Juli 2016 pukul 16.00 WIB.

Salah satu kesimpulan dari tanggapan Yamaha yang terdiri dari empat bagian membantah dugaan KPPU terkait alat bukti berupa surat elektronik (surel) dan hubungan dengan pertemuan para bos Yamaha dan Honda sambil bermain golf.

KPPU mendapatkan email internal Yamaha yang dikirim oleh Direktur Marketing YIMM Terada kepada Dyonisius dan Direktur Sales YIMM Sutarya dengan subyek “Retail Pricing Issue”. Isinya, ‘'President Kojima san has requested us to follow Honda price Increase many times since Januari 2014 because of his promise with Mr Inuma President of AHM at Golf Course”.

“Ingin kami sampaiikan bahwa email dan golf itu bukanlah bukti perjanjian berdasarkan (Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999) pasal 5 ayat 1. Kenapa? Karena pernyataan Terada tentang email dan golf adalah pernyataan sepihak dari Terada yang berdasarkan informasi dari pihak lain yaitu secondary information di mana kebenarannya telah dibantah semua pihak lain,” kata Dyonisius.

Unsur utama dalam pasal itu terdapat perjanjian antara pelaku usaha dengan pesaingnya. Menurut Dyonisius, investigator KPPU tidak membuktikan memang ada perjanjian itu dari pihak Honda. Email tersebut tidak bisa dijadikan alat bukti sebab bukan produk sah dari perusahan yang menjadi policy untuk mengambil keputusan.

Bahasa dalam email dikatakan Dyonisius hanya sebagai majas atau gaya bahasa yang mendorong internal Yamaha untuk bersaing dengan Honda, bukan berarti harfiah. Faktanya email itu tidak pernah disampaikan ke pihak Honda, ungkap Dyonisius.

Dyonisius juga menjelaskan tidak pernah merespon email itu dan tidak pernah membahasnya dalam pertemuan manajemen.

“Ilustrasi kasarnya saya setiap hari juga menerima email macam-macam dari berbagai pihak. Misalnya tawaran kencan, berarti saya langsung selingkuh kalau terima email begitu? Itu bukan sebagai bukti sama sekali,” ujar Dyonisius.

Baca juga: Soal Kartel, Bos Honda dan Yamaha Main Golf Bareng

Menampik

Dikatakan juga pertemuan golf para ekspatriat Jepang yang menjabat sebagai eksekutif perusahaan pesaing tidak ada hubungannya dengan bisnis. Dyonisius menjelaskan pertemuan itu urusan pribadi dan dibantah terjadi diskusi terkait permainan harga.

“Tidak mungkin membicarakan bisnis, karena hadir juga rekan-rekan yang bekerja sebagai eksekutif dari perusahaan lain yang menjadi pesaing. Jadi tidak ada diskusi. Tidak ada sinkron antara email dengan golf,” terang Dyonisius.

Kesaksian Terada yang tertuang dalam email tidak sah karena Terada tidak hadir dalam pertemuan golf tersebut dan tidak didukung bukti lain.

“Kalau ada kesepakatan antara Yamaha dengan Honda tentu ujungnya ada perjanjian tapi investigator sama sekali tidak membuktikan ada konfirmasi atau pengakuan dari pihak honda yang menunjukan Honda berjanji dengan Yamaha,” ucap Dyonisius.

“Sementara ini Yamaha sama sekali tidak mengadakan perjanjian dengan pihak Honda. Pasar ini sudah sekian puluh tahun bersaing habis-habisan tidak mungkin kami melakukan kartel seperti ini,” katanya lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau