Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Impor Bus Listrik CBU, Industri Karoseri Lokal Jadi Penonton

Kompas.com - 20/01/2022, 08:02 WIB
Muhammad Fathan Radityasani,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Kendaraan listrik berbasis baterai kini mulai ramai hadir di jalanan Indonesia. Tidak hanya mobil dan motor listrik, bus listrik juga sudah mulai diuji coba di jalanan, terutama di Jakarta oleh Transjakarta.

Sudah ada beberapa produsen bus listrik yang datang ke Indonesia, misalnya seperti BYD, Higer, Zhongtong, Skywell, dan masih banyak lagi. Kebanyakan bus listrik tadi didatangkan secara utuh atau Completely Built Up (CBU) dari negara asalnya.

Padahal di Indonesia, terdapat karoseri pembuat bodi bus yang kompeten untuk membuat bodinya. Salah satunya seperti Karoseri Laksana yang beberapa waktu lalu menghadirkan bodi ECityline yang dipasang ke sasis bus listrik BYD.

Baca juga: Tantangan Karoseri Laksana Menyambut Era Bus Listrik

Bodi E-Citytline buatan karoseri LaksanaDOK. LAKSANABUS Bodi E-Citytline buatan karoseri Laksana

Stefan Arman, Technical Director CV Laksana menyayangkan banyaknya bus listrik yang datang secara CBU ke Indonesia. Ternyata ada kendala non teknis yang dihadapi karoseri pembuat bodi bus untuk bisa bergabung di era elektrifikasi kendaraan niaga.

“Saat ini, skema impor untuk bus listrik CBU hanya 5 persen bea-nya. Sedangkan jika datang dalam bentuk sasis atau komponen kemudian dirakit di Indonesia, bea (masuk) mulai 15 persen sampai 40 persen,” ucapnya dalam Webinar keenam Busworld, Rabu (19/1/2022).

Baca juga: Pria Ini Rawat Yamaha RX-Z dari 1994, Waktu Beli Tak Sampai Rp 5 Juta

Menurut Arman, perbedaan bea masuk yang cukup tinggi ini merugikan industri lokal Indonesia. Hal ini juga nampak tidak mendukung industri lokal untuk bisa mengembangkan dan memproduksi bus listrik.

“Saya yakin stake holder di Indonesia memprioritaskan industri lokal. Tapi dengan skema impor seperti ini, mempersulit industri lokal untuk membuktikan bisa memproduksi bus berkualitas tinggi baik untuk Indonesia maupun negara lain,” kata Stefan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau