JAKARTA, KOMPAS.com – Harga bahan baku baterai, yakni lithium sempat melonjak dalam setahun terakhir. Kondisi hukum ekonomi terjadi, karena suplai yang tersedia lebih sedikit ketimbang permintaan yang ada.
Dilansir dari Automotive News Europe (7/10/2021), saat ini penambang lithium berusaha meningkatkan pasokan.
Namun masih tidak cukup untuk memenuhi permintaan yang digunakan untuk mobil listrik dan penyimpanan energi terbarukan.
Baca juga: Solidaritas Pengemudi Truk Patah oleh Penjahat Bersenjata
Padahal transisi energi hijau telah mempercepat adopsi EV dan konsumsi lithium global, yang diperkirakan tumbuh lima kali lipat pada akhir dekade ini.
“Seiring kenaikan harga sekarang, akan ada proyek dan ekspansi yang akan membantu meningkatkan pasokan untuk memenuhi permintaan,” ujar Cameron Perks, analis dari Benchmark Mineral Intelligence yang berbasis di Melbourne, Australia.
“Ada juga kemungkinan bahwa lithium yang bisa ditambang tidak cukup, maka itu berdampak pada melambatnya peluncuran EV,” kata Perks.
Baca juga: Kebiasaan Buruk Pengemudi yang Bisa Merusak Transmisi Mobil Matik
Bisa dibilang kenaikan harga juga terjadi hampir di seluruh rantai pasok. Saat ini, produsen baterai juga tengah dihadapkan dengan tingginya harga kobalt dan tembaga.
Sementara itu, James Frith, analis Bloomberg New Energy Finance, mengatakan, selama satu dekade terakhir terjadi penurunan harga baterai yang signifikan.
Namun tren penurunan tersebut akan terhenti karena meningkatnya bahan baku, akibat dari kelangkaan lithium.
Meski begitu, produsen mungkin masih bisa mengimbangi kenaikan tersebut dengan peningkatan produksi, atau beralih ke bahan kimia baterai yang lebih murah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.