Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transportasi Umum yang Tidak Layak Bikin Rugi Rp 71 T per Tahun

Kompas.com - 28/04/2021, 18:41 WIB
Dio Dananjaya,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Kebutuhan akan angkutan umum yang layak di Indonesia sudah mendesak. Sebab kerugian ekonomi karena dampak kemacetan dan buruknya penataan sistem transportasi publik telah mencapai puluhan triliun rupiah per tahun.

Kepala Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ) Polana B Pramesti, mengatakan, hal ini merujuk pada studi World Bank yang dilakukan di 6 kota metropolitan, yaitu yaitu Jabodetabek, Medan, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Makassar pada 2019.

"Apalagi di Jabodetabek, terlihat sangat banyak kendaraan pribadi yang bergerak dan sangat sedikit yang pakai angkutan umum massal,” ujar Polana, dalam webinar yang disiarkan Youtube BPTJ 151 (28/4/2021).

Baca juga: Bocoran Mesin 1.200 cc Toyota Raize, Tenaga dan Torsi Lebih Besar

Pekerja menggunakan masker saat memasuki bus transjakarta di Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (21/9/2020). PSBB kembali diterapkan tanggal 14 September 2020, berbagai aktivitas kembali dibatasi yakni aktivitas perkantoran, usaha, transportasi, hingga fasilitas umum.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Pekerja menggunakan masker saat memasuki bus transjakarta di Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (21/9/2020). PSBB kembali diterapkan tanggal 14 September 2020, berbagai aktivitas kembali dibatasi yakni aktivitas perkantoran, usaha, transportasi, hingga fasilitas umum.

“Sehingga menyebabkan kemacetan dan tidak tertatanya sistem transportasi publik dengan baik,” kata dia.

Kemacetan dan sistem transportasi publik yang tidak tertata dengan baik ini juga menyebabkan pemborosan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebanyak 2,2 juta liter per hari.

Selain itu, ada 6 juta orang kehilangan tiap jam per hari di 6 kota metropolitan.

“Selain itu ujung-ujungnya adalah kerugian ekonomi, akibat kemacetan yang luar biasa terjadi kerugian sebesar Rp 71,4 triliun per tahun akibat pemborosan bahan bakar dan waktu yang hilang di 6 kota metropolitan,” ucap Polana.

Baca juga: Begini Pengakuan Emak-emak Pengendara Motor yang Sengaja Masuk Tol

Pekerja menggunakan masker saat memasuki angkutan umum di Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (21/9/2020). PSBB kembali diterapkan tanggal 14 September 2020, berbagai aktivitas kembali dibatasi yakni aktivitas perkantoran, usaha, transportasi, hingga fasilitas umum.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Pekerja menggunakan masker saat memasuki angkutan umum di Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (21/9/2020). PSBB kembali diterapkan tanggal 14 September 2020, berbagai aktivitas kembali dibatasi yakni aktivitas perkantoran, usaha, transportasi, hingga fasilitas umum.

Tak ketinggalan kerugian juga datang dari sektor lingkungan. Transportasi disebut penyumbang terbesar kedua emisi gas rumah kaca dari sektor energi di Indonesia.

Berdasarkan sejumlah masalah tersebut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memberikan subsidi angkutan umum perkotaan melalui skema Buy The Service (BTS).

Melalui skema ini, pemerintah mensubsidi 100 persen biaya operasional kendaraan yang diperlukan untuk melaksanakan standar pelayanan minimal yang ditetapkan.

Baca juga: Biar Tidak Kena Tipu, Begini Cara Deteksi Mobil Bekas Kecelakaan

Kabin bus listrik SkywellKOMPAS.com/SETYO ADI Kabin bus listrik Skywell

Rencananya, program ini akan dimulai di kota Bogor pada Juni 2021. Pemerintah berharap kehadiran BTS akan membantu masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum.

"Karena BTS ini adalah bersubsidi dengan demikian akan dapat meringankan beban masyarakat untuk melaksanakan kegiatan atau melakukan mobilitas," kata Polana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau