JAKARTA, KOMPAS.com - Razia knalpot bising yang dilakukan oleh pihak kepolisian mengacu pada baku mutu yang tercantum pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 Tahun 2019.
Namun, acuan tersebut justru salah kaprah, menurut Praktisi di bidang kebisingan dan kendaraan, Wisnu Eka Yulyanto, Kabid Metrologi dan Kalibrasi Puslitbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL) Badan Litbang dan Inovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Baca juga: Razia Knalpot Bising, Polisi Harus Pakai Alat Pengukur Suara
Menurutnya, yang digunakan banyak orang ini untuk type approval atau homologasi. Makanya, dikatakan semuanya salah kaprah. Untuk pengukuran emisi statis, belum dikeluarkan oleh KLHK.
"Jadi, kenapa kemarin tidak dikeluarkan (baku mutunya), karena tidak signifikan. Emisi bising yang statis itu kan motor dalam keadaan statis dan rpm 3/4 dari maksimum rpm yang ada di spesifikasinya. Ada metodenya, dan tiga kali pengambilan," ujar Wisnu, saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/3/2021).
Wisnu menambahkan, yang jelas, untuk ketentuan berapa nilai emisi bising statis, itu belum diatur oleh KLHK. KLHK hanya mengatur di saat kendaraan itu mau diproduksi, mau dijual, baru pakai type approval tersebut.
Baca juga: Begini Cara Ukur Kebisingan Knalpot yang Benar Menurut Polisi
"Nah, itu yang dipakai, yang saya katakan Permen No. 7 Tahun 2009 dan No. 56 Tahun 2019. Untuk nomor 56 itu sangat ketat dan kemampuan laboratorium di Indonesia terbatas. Sepertinya, ini akan mengikuti standar internasional," kata Wisnu.
Wisnu menambahkan, polisi benar jika menggunakan undang-undang kepolisian yang menyebutkan knalpot tersebut tidak standar. Tapi, secara baku mutu, belum ada standar atau ambang batas kebisingan yang bisa digunakan saat razia knalpot bising.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.