Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mau Dibatasi, Ini Golongan yang Dilarang Pakai BBM Bersubsidi

Kompas.com - 13/09/2024, 14:47 WIB
Ruly Kurniawan,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin menyampaikan, Pemerintah akan membatasi penggunaan bahan bakar minyak bersubsidi.

Pasalnya saat ini penyaluran subsidi BBM banyak yang tidak tepat. Sehingga ke depan akan diatur supaya lebih tepat sasaran yaitu ke masyarakat golongan menengah ke bawah.

"Jadi golongan kelas atas tidak lagi berhak memanfaatkan subsidi BBM,” ujar Rachmat dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Marves, Kamis (12/9/2024) malam.

Baca juga: BBM Standar Euro 4 di Indonesia Baru Tersedia 2028

Penyaluran BBM bersubsidiscreenshoot/Kemenkomarves Penyaluran BBM bersubsidi

“Pada prinsipnya pemerintah memperhatikan kondisi tekanan ekonomi terhadap kelas menengah,” lanjutnya.

Berdasarkan data yang diolah Kemenko Marves konsumsi solar subsidi pada 2022 hampir 80 persen dinikmati oleh masyarakat kelompok sejahtera.

Begitu juga dengan BBM bensin yaitu Pertalite (RON 90). Kondisi ini karena kelompok yang disasar untuk menikmati subsidi yaitu kelompok pra-sejahtera lebih banyak mengenakan transportasi umum.

"Semakin sejahtera masyarakat, maka kebutuhan bahan bakarnya makin tinggi karena mereka mampu membeli kendaraan pribadi. Sehingga ini yang harus diatur kembali," kata Rachmat.

Namun pada kesempatan tersebut, ia masih belum bisa memastikan secara rinci jenis kendaraan apa saja yang akan dilarang memakai BBM bersubsidi.

Apabila menggunakan asumsi yang dilaporkan di media, dimana jenis kendaraan >1400cc tidak akan menjadi golongan penerima subsidi BBM, maka dampak peraturan ini akan dirasakan kurang dari 7 persen populasi kendaraan,” jelasnya.

Baca juga: Kuota Tersisa 1.551 Unit, Berikut Daftar Motor Listrik Subsidi

Deputi Koordinator Transportasi dan Infrastruktur Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin dan Wakil Ketua Umum (WKU) Koordinator Bidang Kemaritiman, Investasi, dan Luar Negeri Kadin Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani di kantor Kemenko Marves, Jakarta, Jumat (22/3/2024).KOMPAS.com/Haryanti Puspa Sari Deputi Koordinator Transportasi dan Infrastruktur Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin dan Wakil Ketua Umum (WKU) Koordinator Bidang Kemaritiman, Investasi, dan Luar Negeri Kadin Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani di kantor Kemenko Marves, Jakarta, Jumat (22/3/2024).

Dalam kesempatan sama, dijelaskan juga bahwa pemerintah tengah berupaya meningkatkan kualitas BBM yang beredar, tepatnya pada jenis Pertalite dan Pertamax supaya sesuai dengan standar Euro IV.

Ia lantas menjelaskan sejumlah poin yang melatarbelakangi rencana pemerintah untuk mendorong penyaluran BBM bersubsidi rendah sulfur secara tepat.

Pertama, dalam lima tahun terakhir, pemerintah rata-rata menghabiskan Rp 119 triliun setiap tahunnya untuk subsidi BBM.

"Artinya pajak masyarakat tidak secara optimal tersalurkan karena tidak dinikmati golongan yang membutuhkan subsidi tersebut,” ujar Rachmat.

Baca juga: Pemerintah Pastikan Tidak Hapus atau Naikkan Harga BBM Bersubsidi

Kedua, saat ini penambahan anggaran subsidi BBM tidak dapat menjadi solusi bijak karena menimbang risiko amplifikasi penyaluran subsidi BBM yang tidak tepat.

Di sisi lain, tantangan polusi udara yang berkepanjangan menuntut pemerintah mengambil langkah strategis dalam mendorong penyediaan BBM rendah sulfur yang lebih masif.

"Pertama, tidak ada rencana menaikkan harga BBM bersubsidi. Jadi sekali lagi, tidak ada rencana menaikkan harga BBM subsidi," ujar Rachmat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau