JAKARTA, KOMPAS.com - Perbedaan sumber daya alam membuat Indonesia memiliki potensi untuk bisa mengalahkan Thailand pada sektor otomotif di kawasan Asia Tenggara, ketika era elektrifikasi kendaraan bermotor dimulai.
Pasalnya saat ini, dalam hal produksi kendaraan Thailand selalu berada pada posisi teratas dengan rata-rata 1,7 juta per tahun. Padahal dari sisi penjualan, Tanah Air selalu mencatatkan angka tertinggi yaitu 1 juta unit tiap tahunnya.
Dikutip dari asia.nikkei.com pada Senin (29/5/2023), jika Indonesia mampu memanfaatkan potensi cadangan bahan baku kendaraan listrik melalui sumber daya alam yang tersedia yakni nikel, maka posisi pertama bakal direbut.
Baca juga: Situs Subsidi Motor Listrik, Bisa Cek Efisiensi dan Syarat Pembelian
Dengan modal itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melobi para pemimpin dunia pada acara KTT G7 di Jepang untuk berinvestasi terkait electric vehicle (EV) di Indonesia.
Sebaliknya, berbeda dengan Indonesia yang gencar mempromosikan negara-nya untuk menggaet investasi kendaraan listrik. Thailand saat ini justru tengah sibuk membentuk pemerintahan baru.
Dugaan tersebut juga semakin kuat setelah melihat produksi mobil di Thailand terus mengalami penurunan sejak mencapai puncaknya, 2,45 juta unit selama periode 2013 menjadi 1,88 juta pada taun 2022 (turun 23 persen).
Penurunan itu dipicu oleh perpindahan produksi ke luar negeri, yang sebagian bersumber dari banjir besar di tahun 2010-an.
Sementara itu, produksi di Indonesia pada rentang waktu yang sama berhasil meningkat lebih dari 30 persen mencapai 1,47 juta unit alias mendekati angka 80 persen dari total produksi Thailand di 2022.
Baca juga: Teken MoU, BYD Jajaki Investasi Mobil Listrik di Indonesia
Dari sisi komitmen para produsen kendaraan bermotor, Hyundai dan SAIC-GM-Wuling China mulai memproduksi kendaraan listrik secara lokal di Indonesia.
Produsen mobil listrik terbesar di dunia, Tesla, pun dikatakan mulai mendekati pemerintah RI untuk membangun fasilitas perakitan.
Kemudian untuk melengkapi proses di hulu, LG Energy Solutions Korea Selatan sedang membangun pabrik baterai dengan Hyundai Motor, yang direncanakan mulai beroperasi pada 2024.
Tidak sampai di sana, CATL dari China juga berencana bisa membangun pabrik baru di Indonesia dengan produksi bahan baku dan prekursor diharapkan pada 2025.
Adapun, untuk memacu pertumbuhan populasi kendaraan listrik di Indonesia, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan pengurangan pajak pertambahan nilai (PPN) pada mobil dan bus listrik yang diproduksi dalam negeri.
Baca juga: Ingat, Masa Berlaku SIM Bukan Berdasarkan Tanggal Lahir Lagi
Terbaru, pemerintah mengumumkan bahwa Volkswagen (VW) juga sedang mempertimbangkan untuk berinvestasi dalam proyek produksi nikel Indonesia. Nantinya, produksi itu akan memasok baterai kendaraan listrik.
Sementara, industri otomotif Thailand yang dimulai pada era 1960-an, ketika pabrikan Jepang seperti Toyota mulai berproduksi di sana dan rantai pasokan yang terkonsentrasi di negara itu berkembang segera setelah itu.
Alhasil, Thailand menjadi basis ekspor tidak hanya untuk Asia Tenggara, tetapi juga Australia, Timur Tengah dan Afrika.
Namun, dengan latar belakang pergeseran global ke EV, formula kemenangan suatu negara pada sektor otomotif berdasarkan kendaraan bermesin bensin, telah menjadi usang.
Sumber pemerintah Thailand mengatakan pembuat mobil Jepang bergerak terlalu lambat menuju kendaraan listrik. Mobil Jepang masih sangat populer di Thailand, tetapi antusiasme terhadap EV sangat tinggi.
Baca juga: 28 Akses Gerbang Tol yang Kena Ganjil Genap Jakarta
Supaya tidak tertinggal, Thailand pun menyatakan komitmennya untuk dapat menyumbang 30 persen atau lebih mobil listrik dari total mobil baru yang diproduksi di negara itu pada 2030 mendatang.
Tidak sampai di sana, mereka juga meluncurkan subsidi baru di Februari 2022 dengan bantuan hingga 150.000 baht (sekitar Rp 64,6 juta) untuk kendaraan listrik dari pabrikan yang berencana memproduksi lokal di Thailand.
Pajak komoditas pada mobil listrik penumpang juga diturunkan dari 8 persen jadi 2 persen. Sementara truk pikap listrik yang tingkat popularitasnya cukup tinggi di sana, akan dibebaskan dari bea.
Konsultan dari Amerika Serikat (AS) Akshay Prasad mengatakan, bahwa skema subsidi Thailand ini lebih imbang antara produksi dan penjualan dibandingkan negara-negara lain.
Lantas, siapakah yang paling efektif dan cepat untuk menyerap kondisi pasar dalam menuju era elektrifikasi kendaraan bermotor?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya