JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan kembali membeberkan alasan pemerintah begitu agresif untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air.
Menurutnya, hal tersebut merupakan tantangan dan peluang yang sudah berada di depan mata. Sementara Indonesia, memiliki sumber daya yang melimpah agar benar-benar bisa menjadi pemasok.
Sehingga dibutuhkan ekosistem yang saling berkaitan. Manfaat ke depan, impor energi dalam jumlah yang banyak akan berkurang.
Baca juga: Bintang Formula E Pascal Wehrlein Ungkap Tantangan Balapan di Jakarta
"Electric vehicle itu penting karena kita 35 miliar dollar AS impor energi per tahun. Itu bisa dikurangi dengan electric vehicle," kata Luhut dalam pemaparannya di gelaran Beijing Genomics Institute (BGI), China yang diungah di Instagramnya, @luhut.pandjaitan, Jumat (26/5/2023).
Ia pun menyayangkan kebijakan kendaraan bermotor listrik banyak menuai kritik. Padahal, kebermanfaatannya sangat banyak baik secara jangka menengah sampai pada jangka panjang.
Luhut kemudian berbicara soal pembakaran batu bara yang digunakan sebagai pembangkit listrik karena aspek tersebut kerap kali jadi sasaran pengkritik. Ada anggapan, kendaraan listrik tetap memiliki emisi yang besar karena energi yang digunakan berasal dari batu bara.
Di sisi lain pemerintah sudah mendapatkan komitmen dari negara maju untuk ikut mendanai program pensiun pembangkit listrik batu bara dan membangun pembangkit listrik dengan energi ramah lingkungan.
Baca juga: Indonesia Ajak Inggris Kembangkan Industri Kendaraan Listrik
"Jadilah dia bilang sekarang karena batu bara, batu bara itu sudah ada JETP. Untuk upaya retirement coal fire, sambil kita bangun renewable energy. Hydropower, geothermal, itu satu ekosistem," ujar Luhut.
Intinya, ia menegaskan bagi semua pihak yang mengritik kebijakan pemerintah soal kendaraan listrik, jangan melihat secara sepotong-sepotong. Saat ini yang sedang dilakukan pemerintah adalah membangun ekosistem berkelanjutan.
"Jangan hanya melihat sepotong-sepotong, look at it as an ecosystem. Sekarang yang ingin kita bangun adalah ekosistem bekerja, sehingga nanti siapapun penerusnya bisa memperbaiki kalau ini masih kurang bagus, tapi arahnya itu satu dan sudah jelas," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya