Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harapan Pengusaha Truk Setelah Harga Solar Naik

Kompas.com - 04/09/2022, 13:01 WIB
Muhammad Fathan Radityasani,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Republik Indonesia resmi menaikkan harga solar subsidi dari Rp 5.150 per liter jadi Rp 6.800 per liter. Kenaikan sebesar 32 persen ini disambut baik oleh para pelaku pengusaha angkutan barang.

Agus Pratiknyo, Wakil Ketua Bidang Angkutan Distribusi & Logistik DPD Aptrindo Jateng & DIY mengatakan, dengan adanya kenaikan harga solar, pengusaha mengharapkan beberapa hal kepada pemerintah.

Pertama perihal kenaikan harga sewa ke konsumen yang sepadan, sesuai dengan kenaikan harga biosolar sebesar 32 persen. Setidaknya, pengusaha meminta ada kenaikan harga sewa sekitar 25 persen.

Baca juga: Banyak Kecelakaan Truk, Polisi Diminta Usut Sampai ke Pemiliknya

Antrean truk mendapatkan solar di SPBU BengkuluKOMPAS.COM/FIRMANSYAH Antrean truk mendapatkan solar di SPBU Bengkulu

"Kenaikan sekitar 25 persen diharapkan dapat menutup operational cost yang selama ini telah 'berdarah-darah' dan mendorong semangat untuk berinvestasi kembali di dunia angkutan barang," kata Agus dalam keterangan resmi yang Kompas.com terima, Minggu (4/9/2022).

Selain itu, keputusan menaikkan harga solar diharapkan membuat pemerintah berkomitmen untuk memperbaiki tata kelola penyaluran BBM. Lalu, terkait soal BBM subsidi, pemerintah bisa meluruskan kembali siapa yang berhak menerima yakni kendaraan dengan pelat nomor kuning.

"Hal ini diharapkan agar pada praktek dilapangan penyaluran BBM Bersubsi dapat benar-benar tepat sasaran. Sehingga tidak lagi terjadi kendaraan angkutan barang antre berebut dalam pembelian BBM," kata Agus.

Baca juga: Cek Harga BBM Pertamina, Shell, BP, dan Vivo, Setelah Pertalite dan Solar Naik


Agus juga mengharapkan kejelasan kebijakan pembatasan pembelian di setiap SPBU yang membingungkan. Belum lagi adanya penggunaan aplikasi untuk pembeli BBM subsidi yang dikatakan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

"Penggunaan aplikasi oleh para pembeli BBM bersubsidi cenderung tidak melihat kondisi faktual di lapangan. Pemerintah harus segera mengkaji ulang dan segera memastikan tidak ada lagi kondisi-kondisi tersebut," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com