JAKARTA, KOMPAS.com - Ketika berkendara di jalan tol, ada beberapa etika mengemudi yang harus diperhatikan untuk keselamatan bersama.
Di jalan tol, kendaraan melaju dalam kecepatan yang tinggi dan stagnan. Berbeda dengan jalan non-tol, di mana kontur jalan lebih beragam dan kecepatan kendaraan tidak bisa stagnan cepat.
Disitat dari situs Indonesia Baik, ada lima hal yang harus diperhatikan oleh pengemudi saat berkendara melalui jalan tol.
Baca juga: Etika di Jalanan yang Macet, Tidak Asal Pindah Lajur
1. Bahu jalan diperuntukkan kendaraan dalam keadaan darurat
Masih banyak pengguna jalan yang menggunakan bahu jalan, untuk menyalip ataupun sebagai alternatif saat keadaan sedang macet atau padat.
Hal ini berbahaya dan dilarang secara hukum. Bahu jalan hanya digunakan untuk kendaraan yang terpaksa berhenti karena keadaan darurat, atau kendaraan prioritas seperti ambulans.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menjelaskan, bahu jalan tol digunakan untuk kondisi darurat seperti ambulans dan pemadam kebakaran yang akan melintas saat jalanan macet. Selain itu, ukuran bahu jalan juga lebih kecil dibanding lajur yang lain.
"Lewat bahu jalan tol itu riskan, jangan biasakan menggunakan bahu jalan untuk menyalip. Kalau di Thailand, bahu jalan tol dibuat tidak rata sehingga tidak nyaman biar tidak dilewati," jelas Djoko, seperti dikutip Kompas.com.
2. Lajur kiri diperuntukkan bagi kendaraan yang bergerak lambat
Di jalan tol, lajur paling kiri digunakan oleh kendaraan yang melaju dalam kecepetan lebih rendah, namun stagnan. Biasanya, lajur ini dilalui kendaraan-kendaraan besar.
Kendaraan besar yang menggunakan lajur kiri biasanya adalah truk angkutan barang, dengan muatan yang besar.
3. Lajur kanan untuk menyusul kendaraan lain atau bergerak lebih cepat
Lajur paling kanan digunakan saat pengemudi ingin mendahului kendaraan yang berada di depannya. Namun, pengemudi tidak dianjurkan untuk menggunakan lajur ini secara terus-menerus.
Tabrakan beruntun seringkali terjadi di lajur ini karena pengemudi menggunakan lajur ini sebagai lajur utama, tidak mengikuti fungsinya yang hanya sebagai lajur untuk menyalip atau mendahului kendaraan lain.
Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu menjelaskan, setelah mendahului melalui lajur ini, pengemudi harus kembali ke lajur utamanya.