BANGSA Indonesia telah banyak menguasai teknologi strategis dari yang dikembangkan puluhan tahun terakhir. Dari mulai pesawat terbang, satelit, roket, tank baja, sampai yang terakhir adalah kapal selam.
Teknologi-teknologi ini sebagian besar diperoleh dari kerjasama bangsa kita bersama bangsa lain, kecuali pesawat terbang yang dikembangkan secara mandiri. Namun bisa dikatakan bahwa mayoritas teknologi strategis tersebut dimiliki lembaga-lembaga negara.
Baca juga: ESDM Targetkan Populasi Mobil Listrik Tembus 125.000 Unit di 2021
Padahal, peran swasta sangat penting untuk ikut berperan dalam pengembangan teknologi, utamanya menuju Indonesia maju.
Kepemilikan teknologi
Di negara-negara maju, mereka banyak memberi ruang dan dukungan bagi swasta untuk menguasai dan mengembangkan teknologi, salah satunya industri mobil swasta.
Itu kenapa hari ini banyak merek mobil berasal dari nama pendiri dan pengembangnya seperti Ford, Rolls-Royce, Mercedes-Benz, Toyota, sampai Honda.
Di Indonesia, sejarah mencatat upaya pemerintah Indonesia membesut merek mobil nasional, Timor. Sayangnya, kepemilikan dan pengembangan teknologi mobil tidak menjadi yang utama sehingga yang tidak mampu berinovasi dan bertahan.
Baca juga: Tesla Persiapkan Mobil Listrik Rp 300 Jutaan
Sejarah juga akan bercerita kepada generasi Indonesia mendatang tentang jalan terjal pengembangan mobil listrik oleh Dasep Ahmadi di bengkel miliknya. Serupa yang dilakukan Henry Ford atau Soichiro Honda puluhan tahun silam.
Namun malang, kelahiran bayi industri mobil listrik Indonesia yang sejatinya perlu banyak insentif ini justru mati tersandung kasus dana hibah yang menyebabkan pendirinya Dasep Ahmadi kini dipenjara.
Belum lagi kisah-kisah berani dan sensasional putra petir bersama lokomotifnya menteri BUMN kala itu, Dahlan Iskan, yang telah sejak 2012 berambisi Indonesia untuk ikut mulai mengembangkan teknologi mobil listrik untuk bangsanya.
Baca juga: Mobil Listrik 2 Penumpang Renault Twizy Resmi Dijual Rp 408 Juta
Ada pula sederet nama universitas yang gigih memperkenalkan teknologi mobil listrik masing-masing.
Mobil listrik yang dulu pernah kita kembangkan seharusnya telah dan sedang kita nikmati hari ini. Kesemuanya bagai mengulang kisah matinya pengembangan teknologi N250 oleh putra-putri terbaik milik bangsa tahun 1998.
Pengembangan teknologi butuh komitmen dan keberpihakan dari negara, itu kenapa banyak bangsa tidak mampu jadi pemilik teknologi melainkan terlena merasa cukup menjadi sekadar pedagang teknologi saja.
Kepentingan ekonomi
Dengan menjadi pemilik teknologi, Indonesia akan terus memiliki lebih banyak peluang meningkatkan kegiatan ekonominya.
Baca juga: Pabrik Baterai Kendaraan Listrik Bikin Indonesia Naik Kelas
Tentu bangsa kita ingin memiliki pabrik produksi lain selain Indomie yang telah beroperasi memproduksi mie instan di Malaysia, Mesir, Arab Saudi, sampai Nigeria.
Seperti Toyota yang memiliki pabrik di berbagai negara, yang salah satu basis produksinya adalah di Indonesia.
Perusahan-perusahan yang sepenuhnya swasta dan telah mendukung ekonomi masing-masing negaranya dari kegiatan ekspor bahan baku atau suku cadang, devisa, neraca perdagangan sampai deviden kepada pemilik sahamnya.
Dalam kaitannya dengan industri mobil di negara berkembang, setahun terakhir telah meluncur merek baru VinFast oleh Vietnam dan mobil listrik nasional TOGG oleh Turki.