Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Tubagus Aryandi Gunawan
Peneliti energi terbarukan di proyek hidrogen Uni Eropa

Setelah lulus dari Universitas Indonesia, Technische Universität Berlin, dan National University of Ireland Galway, saat ini ia aktif meneliti dan menganalisa sistem energi di Amerika Serikat yang merupakan kelanjutan studi Net-Zero America (NZA) di Princeton University. Sebelumnya ia terlibat di studi pengembangan hidrogen dan energi terbarukan di berbagai negara Eropa yang didanai Uni Eropa.
Keahliannya dalam bidang energi dan bahan bakar terbarukan telah membawanya melakukan penelitian di Lembaga Antariksa Jerman (DLR).
Ia tertarik dalam penelitian berbasis tekno-ekonomi, optimasi pembangkit listrik, dan penguatan sistem energi di negara berkembang. Di luar akademik, saat ini ia tergabung di Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
Sebelumnya ia pernah mendedikasikan waktunya dalam Dewan Presidium Persatuan Pelajar Indonesia se-Dunia (PPI Dunia) sebagai koordinator untuk kawasan Amerika Eropa dan sempat berperan sebagai Ketua Umum di PPI Irlandia.

kolom

Mobil Listrik di Indonesia: Kemarin, Kini dan Esok

Kompas.com - 24/01/2021, 18:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Lebih dari ekonomi, merek mobil nasional dapat menjadi kebanggaan sebuah bangsa dalam perjalanannya menuju kesejahteraan bersama.

Sayangnya, kelahiran Esemka yang tidak diiringi dengan kepemilikkan dan pengembangan teknologi secara mandiri, belum mampu menjawab harapan untuk hadir menjadi lokomotif teknologi mobil menuju Indonesia maju.

Setelah tertinggal momentum kepemilikan teknologi mobil listrik, kini negara melalui pemerintah menguras pikiran untuk serius membangun industri baterai, salah satu komponen penting mobil listrik selain motor listrik.

Alasan terpilihnya industri baterai adalah karena Indonesia diititpkan oleh Tuhan cadangan bijih nikel yang besar.

Teknologi baterai yang diproduksi di Indonesia ini akan berasal dan dikerjakan oleh perusahaan asal Korea Selatan yaitu LG untuk jenis Lithium Nikel Mangan Kobalt (NMC).

Selain jenis ini, ada pula jenis Lithium Kobalt Oksida (LCO), Lithium Nikel Kobalt Aluminium (NCA), dan Lithium Besi Fosfat (LFP) yang dapat digunakan untuk mobil listrik.

Dari penjelasan ini, jelas bahwa tidak semua baterai lithium menggunakan nikel, melainkan kobalt dan lithium itu sendiri.

Teknologi baterai telah dan akan terus berkembang menggunakan unsur baru yang lebih murah sehingga harganya dapat terus lebih murah di masa depan.

Sehingga memiliki pabrik baterai bukanlah tujuan utama bangsa kita, melainkan kepemilikan atas industri mobil listrik itu sendiri yang dapat ikut menjadi tulang punggung pengembangan teknologi baterai di masa mendatang, seperti Tesla.

Mobil listrik secara teknis adalah bentuk elektrifikasi transportasi. Dengan demikian, mobil listrik akan berkaitan langsung dengan sumber, pembangkit, penyaluran dan harga listrik itu sendiri.

Jika menggunakan listrik bersubsidi, maka secara tidak langsung pemilik mobil listrik akan menikmati subsidi listrik yang mungkin bukan ditujukan untuk pemilik mobil listrik.

Penetrasi tinggi mobil listrik juga mungkin akan menyebabkan lonjakan permintaan listrik. Lonjakan yang tidak terukur dan terkendali akan menyebabkan gangguan saluran listrik yang kapasitasnya terbatas.

Hal ini ibarat memindahkan jalur distribusi bahan bakar minyak (BBM) oleh truk tangki BBM ke tiang-tiang listrik, dan memindahkan pom-pom bensin ke saluran-saluran listrik di rumah atau perkantoran lokasi dimana pengisian listrik untuk mobil listrik bisa dilakukan.

Sehingga diperlukan kajian lebih jauh tentang kesiapan infrastruktur kelistrikan Indonesia untuk mengadopsi mobil listrik.

Beberapa negara dengan penetrasi mobil listrik yang tinggi telah melaporkan kewalahan mereka atas lonjakan permintaan listrik yang mungkin menyebabkan kemacetan aliran listrik di titik-titik tertentu saluran listrik.

Kesadaran iklim

Pembakaran batubara dan gas alam yang lebih besar mungkin dilakukan oleh pembangkit listrik untuk memasok permintaan listrik yang lebih besar atas tingginya penetrasi mobil listrik.

Akibatnya, penggunaan bahan bakar fosil tetap terjadi, hanya berpindah dari bensin atau solar di kendaraan ke batubara atau gas alam di pembangkit listrik.

Dengan demikian, di wilayah atau negara yang masih menggunakan batubara untuk sebagian besar produksi listrik, pemanfaatan mobil listrik hanya akan seperti memindahkan polusi dari jalanan ke pembakit listrik tenaga uap (PLTU).

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau