JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus pemalsuan pelat nomor kendaraan bermotor beberapa kali terdeteksi kamera pengawas tilang elektronik.
Hal ini diketahui setelah petugas memberikan surat konfirmasi terkait pelanggaran yang dilakukan oleh pemilik kendaraan sesuai dengan pelat nomornya.
Hanya saja, pemilik kendaraan tersebut merasa tidak melakukan pelanggaran bahkan saat kejadian mobilnya tidak keluar dari garasi.
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Fahri Siregar menyampaikan, kendaraan yang terpantau menggunakan pelat nomor palsu sudah dilakukan pelacakan.
Baca juga: Bisa atau Tidak SIM Gantikan KTP Saat Bayar Pajak Kendaraan?
“Mobil yang menggunakan pelat nomor palsu ditelusuri sudah kita masukan dalam sistem pencarian mobil diduga pelat nomor palsu atau kita sebut vehicle arming system,” kata Fahri kepada Kompas.com beberapa hari lalu.
Penggunaan pelat nomor palsu merupakan tindakan pelanggaran hukum dan akah dijerat sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Pemilik kendaraan yang terbukti memalsukan pelat nomornya maka akan diberikan penindakan tegas hingga ancaman penjara.
“Bagi pemalsu pelat nomor, pertama akan diberikan bukti pelanggaran (tilang) karena melanggar Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ),” katanya.
Baca juga: Ini Alasan Kenapa KTP Jadi Syarat Wajib Saat Bayar Pajak Kendaraan
Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa bagi setiap pengendara yang melakukan pelanggaran, polisi akan mengambil STNK kendaraan serta meminta pengendara untuk menepikan kendaraannya dan memberikan surat tilang.
Apabila ada indikasi pemalsuan (STNK dan/atau pelat nomor kendaraan), akan dilakukan penilangan serta diproses pidana pemalsuan sesuai ketentuan yang berlaku.
Mengenai penindakan pemalsuan ini, Fahri mengatakan, pemalsuan pelat nomor bisa juga dijerat dengan pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Baca juga: Ini Syarat Bayar Pajak Kendaraan Satu Tahunan di Gerai dan Samsat Keliling
“Pemilik kendaraan juga bisa dipidanakan karena melakukan pemalsuan dokumen, hal ini sesuai dengan Pasal 263 KUHP,” ucapnya.
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa "Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.