JAKARTA, KOMPAS.com - Tak hanya Indonesia, pandemi Covid-19 yang hingga saat ini masih berlangsung membuat transportasi umum di semua negara mengalami penurunan penumpang yang sangat signifikan.
Dampak itu pun membuat banyak pengusaha harus merasakan krisis, bahkan beberapa ada yang sudah gulung tikar.
Penurunan penumpang lantaran adanya anggapan potensi penyebaran virus yang lebih besar dibandingkan transportasi pribadi. Tak heran pada saat masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar saat ini, banyak masyarakat yang masih mengandalkan kendaraan pribadi untuk beraktivitas.
Baca juga: Dokter Ungkap Seberapa Aman Naik Ojek Online Saat Pandemi Corona
Namun demikian, Djoko Setijowarno, pengamat transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyaratakan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), mengatakan harusnya kondisi tersebut tidak harus terjadi bila pemerintah memiliki solusi yang lebih baik.
"Bukan berarti harus serta merta berlaih ke angkutan pribadi, yang harus dilakukan pemerintah adalah mengelola mobilitas warga dari hulu hingga hilir namun tetap mengutamakan transportasi umum yang didukung bersepeda dan berjalan kaki untuk perjalanan jarak pendek," ucap Djoko kepada Kompas.com, Minggu (14/6/2020).
Djoko mengatakan, dalam menghadapi era menuju kebiasaan baru atau new normal, diperlukan kehati-hatian dan tanggung jawab semua pihak dalam mobilitas warga, bukan hanya pemerintah saja. Penting untuk dipahami, transportasi adalah permintaan turunan dari aktivitas tata guna lahan atau drived demand.
Baca juga: Jumlah Penumpang Ditambah, Tarif Angkutan Umum Bertahan
Bila berkaca pada kebijakan dan penanganan Covid-19 yang ada dari segi mobilitas saat ini, menurut Djoko hanya sebatas pengaturan di hilir saja. Mulai dari pembatasan penumpan dan lain sebagainya.
Namun dari hulu, masih terlihat bila pembatasan pergerakan masyarakat dengan travel demand management (TDM) masih sangat kedodoran.
"Ekonomi memang harus pulih, tapi perlu dipilih-pilih sektor ekonomi mana yang harus bergerak lebih dulu. Intinya sektor esensial perlu dilepas jelang new normal, sementara non-esnsial menyusul saat kurva pandemi sudah terlihat menurun," ucap Djoko.
PHK Massal
Sebagai contoh di Amerika Serikat, menurut Djoko industri transportasi yang sangat babak belur bisa diminimalisir dengan adanya bantuan dari pemerintah melalui insentif kepada pelaku transportasi. Hal ini dilakukan sebagai jaring pengaman agar tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.
Untuk Indonesia, ke depannya pemerintah harus melakukan pembelian sistem layanan alias buy the service yang dirintis oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.
Dengan sistem tersebut, harus ada klausul penggunaan dana yang berguna membantu pelaku industri saat terjadi force majeur layakanya kondisi saat pandemi Covid-19 saat ini.
Baca juga: Program Pembuatan SIM Gratis Berlangsung 1 Juli 2020
"Saat ini, Transjakarta, KRL Jabodetabek, MRT Jakarta, LRT Jakarta pasti mengalami penurunan penumpang luar biasa di mana otomatis dana buy the service atau PSO (public service obligation) tidak terpakai optimal," ujar Djoko.
"Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kiranya agar dana buy the service juga dapat ditransfer menjadi dana jaring sosial industri transportasi dengan tujuan menghindari PHK massal," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.