JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah resmi mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 18 Tahun 2020, tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Tapi adanya Permenhub tersebut dinilai kontradiktif, lantaran tidak sesuai dengan beberapa aturan sebelumnya yang telah dikeluarkan dan prinsip physical distancing.
Terutama mengenai izin memperbolehkan ojek online (ojol) mengangkut atau membawa penumpang.
Djoko Setijowarno, Pengamat transportasi dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, mengatakan bila ojol diperbolehkan mengangkut penumpang, maka siapa yang akan bertanggung jawab untuk pengawasannya.
Baca juga: Akhirnya Ojek Online Boleh Bawa Penumpang Saat PSBB, tapi...
"Siapa petugas yang akan mengawasi di lapangan dan apakah ketentuan tersebut akan ditaati pengemudi dan penumpang. Bagaimana teknis memeriksa suhu tubuh setiap pengemudi dan penumpangnya," ucap Djoko kepada Kompas.com, Minggu (12/4/2020).
Seperti diketahui, dalam Permenhub No. 18 Tahun 2020 Pasal 11 huruf D, menyebutkan bila motor dalam hal tertentu untuk melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi dapat mengangkut penumpang.
Tapi harus memenuhi protokol kesehatan, seperti aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB, melakukan disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan setelah selesai digunakan, menggunakan masker dan sarung tangan, dan tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit.
Menurut Djoko, kondisi tersebut tidak akan berjalan tanpa ada pegawasan. Selain itu, bila dibuat pengawasan pun hasilnya tidak akan maksimal.
Belum lagi pemerintah harus menyediakan tambahan personel dan anggaran untuk melengkapi pengadaan pos pemeriksaan.
"Pasti ribet urusan di lapangan, dan mustahil dapat diawasi dengan benar. Apalagi di daerah, tidak ada petugas khusus yang mau mengawasi serinci itu. Jika dilaksanakan akan terjadi kebingunan petugas di lapangan dengan segala keterbatasan yang ada," ujar Djoko.
Djoko menilai bila pasal dalam Permenhub tersebut hanya untuk mengakomodir kepentingan bisnis aplikator transportasi daring.
Bila benar-benar diterapkan, dampaknya bisa menimbulkan keirian moda transportasi yang lain, sehingga aturan untuk menerapkan jaga jarak fisik penggunaan motor tidak akan terjadi.
Selain itu, walau pihak aplikator sudah menyiapkan aturan untuk pengemudinya selama mengangkut orang, namun Djoko menilai tidak ada jaminan pengemudi ojek daring akan mentaati aturan yang telah ditetapkan. Terutama soal protokol kesehatan.
Baca juga: Akhir Pekan, Lalu Lintas di Jakarta dan Jalan Tol Tidak Normal
"Selama ini aplikator juga belum mampu mengedukasi dan turut mengawasi pengemudinya yang masih kerap melanggar aturan berlalu lintas di jalan raya. Tingkat pelanggaran pengemudi ojol cukup tinggi, mulai melawan arus, menggunakan trotoar, melanggar isyarat nyala lampu lalu lintas, dan rawan terjadi kecelakaan,” kata Djoko.
Lebih lanjut Djoko menyarankan pemerintah mencabut atau merevisi Permenhub tersebut, serta abaikan kepentingan bisnis sesaat yang menyesatkan.