Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gaikindo Sebut Pengembangan Biofuel Belum Ada Gregetnya

Kompas.com - 31/10/2022, 18:51 WIB
Dio Dananjaya,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah maupun pabrikan otomotif didorong untuk mengembangkan penggunaan bahan bakar alternatif atau biofuel. Secara global, istilah ini identik dengan bahan bakar fleksibel yang digunakan pada flexy engine.

Sementara di Indonesia, bahan bakar fleksibel ini mirip juga dengan bahan bakar biofuel yang sudah diwujudkan pada biodiesel.

Kukuh Kumara, Sekretaris Jenderal Gaikindo, mengatakan, bahan bakar alternatif dapat digunakan sebagai perpindahan menuju kendaraan listrik. Sekaligus menjadi solusi pengganti bahan bakar fosil.

Baca juga: Jangan Salah, Masa Berlaku SIM Bukan Berdasarkan Tanggal Lahir Lagi

Mobil Listrik Wuling Air evKOMPAS.com / Aditya Maulana Mobil Listrik Wuling Air ev

“Intinya kita siap ke sana, tadi sudah disinggung mengenai electric vehicle, transisinya. Tapi ada yang menarik, karena yang jarang disebut adalah bio fuel,” ujar Kukuh, dalam webinar The Indonesia 2023 Summit: Rebuild the Economy, yang dilansir pada Senin (31/10/2022).

“Kita punya etanol, kita punya CPO, yang semuanya bisa digunakan sebagai pengganti fosil fuel atau sebagai tambahan. Itu kita anggap sebagai bahan bakar baru terbarukan, dan ini belum dioptimalkan,” kata dia.

Menurut Kukuh, pengembangan bahan bakar alternatif ini sebetulnya sudah cukup lama dilakukan, bahkan sejak 20 tahun yang lalu.

Baca juga: Benarkah Tak Boleh Langsung Matikan Mesin Diesel Setelah Berhenti?

“Namun gregetnya belum ada, kalah dengan yang sekarang electric vehicle,” ucap Kukuh.

Padahal, pengembangan mesin dengan bahan bakar alternatif ini juga menjadi transisi yang lebih masuk akal bagi industri komponen.

Kusharijono, Direktur PT Astra Otoparts, mengatakan, untuk mencapai netralitas karbon tidak hanya bisa dicapai dengan kendaraan listrik semata. Namun juga bahan bakar nabati alias biofuel.

Baca juga: Motor Listrik China yang Asal Rebranding Bakal Kena Seleksi Alam

Pekerja merakit komponen mobil di pabrik baru Isuzu, di Karawang, Jawa Barat, Selasa (7/4/2015). Pabrik Isuzu Karawang Plant berlokasi di kawasan Suryacipta City of Industry ini memiliki kapasitas produksi 52 ribu unit per tahun dan dapat dikembangkan menjadi 80 ribu unit per tahun.TRIBUNNEWS / HERUDIN Pekerja merakit komponen mobil di pabrik baru Isuzu, di Karawang, Jawa Barat, Selasa (7/4/2015). Pabrik Isuzu Karawang Plant berlokasi di kawasan Suryacipta City of Industry ini memiliki kapasitas produksi 52 ribu unit per tahun dan dapat dikembangkan menjadi 80 ribu unit per tahun.

“Nett zero ini bisa dari ICE yang makin dibikin seefisien mungkin, pakai biofuel, bioetanol, yang sebenarnya kalau seperti itu pengaruhnya ke industri komponen tidak terlalu besar. Karena part komponennya masih sama,” kata Kusharijono, pada kesempatan yang sama.

Kusharijono menambahkan, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi industri komponen pada tahun depan adalah tren elektrifikasi.

“Tapi kalau kita bicara elektrifikasi, maka beberapa komponen major, industri komponen harus lakukan transisi,” ucap Kusharijono.

“Kami harus lakukan sedikit perubahan di produk kami dan itu perlu waktu, perlu dana dan perlu riset. Kira-kira hampir 40 persen dari industri komponen yang saat ini mungkin ada di engine,” ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau