JAKARTA, KOMPAS.com - Kabar kejelasan soal jadi tidaknya penerapan kembali ganjil genap di Jakarta, akhirnya terjawab. Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan, dinyatakan bahwa ganjil genap belum mendesak untuk diberlakukan.
Kondisi itu dijelaskan Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo dalam Rapat Pimpinan (Rapim) Kebijakan Mobilitas Pasca Pademi Covid-19 yang ditayangkan dalam akun Youtube Pemprov DKI.
"Kesimpulan kami untuk saat ini agar kita sambil menjaga terus Jakarta untuk tidak terpapar gelombang kedua Covid-19, kami menyarankan untuk ganjil genap belum mendesak untuk diberlakukan," ucap Syafrin.
Baca juga: Lalu Lintas di Jakarta Mulai Padat, Pengguna Motor Meningkat
Meski demikian, sebelumnya Syafrin mengakui bila pada masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah terjadi peningkatan volume kendaraan. Bahkan jumlahnya hampir mendekati saat seperti kondisi normal atau sebelum pandemi, yakni lebih dari 6.000 kendaraan per jam.
Namun, keputusan untuk belum menerapkan kembali ganjil genap, didasari oleh perhitungan pergerakan lalu lintas dan jumlah penumpang pada angkutan umum. Menurut Syafrin, apabila pembatasan kendaraan pribadi kembali diberlakukan saat ini, maka ada kekhawatiran angkutan umum tidak bisa menampung beban penumpangnya.
Kondisi tersebut juga berdasarkan pertimbangan adanya kebijakan physical distancing yang mengharuskan transportasi umum memangkas kapasitas penumpangnya sampai 50 persen. Selain itu, dari sisi pergerakan orang pun juga belum teralu meningkat drastis, mengingat masih adanya beberapa aturan lainnya, seperti bekerja dari rumah.
Syafrin menjelaskan bila perjalanan orang di Jakarta pada masa transisi saat ini rata-rata 26.4 juta per hari dengan trip rate pulang dan pergi. Dari hasil tersebut, bila dibagi artinya total orang yang melakukan perjalanan per hari sebanyak 13,2 juta orang.
Baca juga: Jadi Penumpang Ojol Saat Pandemi, Jangan Sepelekan 2 Alat Ini
Lalu ketika disimulasikan dengan jumlah pergerakan orang per hari yang dikurangi dengan estimasi masayarakat yang masih bekerja dan belajar dari rumah, seperti dosen, pelajar, dan mahasiswa, hasilnya pun belum bisa semuanya dilimpahkan ke transportasi umum.
"Sejalan dengan kebijakan untuk meliburkan pelajar dan mahasiswa, saat ini perkiraan dari analisis kami ada 2.557.880 orang per hari yang tidak melaksanakan kegiatan dan ini menjadi pengurang dari total orang yang melakukan perjalanan di Jakarta," ucap Syafrin.
"Memang di Pergub 51 diatur untuk WFH tetap 50 persen, tapi dalam simulasi kami menghitung bahwa masih ada potensi pelanggaran sehingga untuk yang pekerja kami hitung yang WFH tetap 30 persen, sehingga mobilitas pergerakan orang per hari di Jakarta kurang lebih 7,7 juta orang per hari atau 15,5 perjalanan," kata dia.
Berdasarkan jumlah tersebut, bila akumulasi dengan kapasitas daya angkut ragam transportasi di DKI yang sampai saat ini masih dibatasai penumpangnya, maka total daya tampung yang didapat sebanyak 1,8 juta penumpang per jam.
Jumlah tersebut masih dirasa tidak cukup untuk menampung limpahan penumpang setelah dilakukan rangkaian simulasi yang menghasilkan proyeksi pertambahan angkutan umum saat ganjil genap menjadi 566.000 per jamnya.
Baca juga: Waspada, Jam Macet Jakarta Bergeser Saat PSBB Transisi
"Untuk kapasitas angkutan umum massal kita yang menjadi moda utama masyarakat itu hanya 139.680 per jam. Artinya tidak mampu untuk menampung limpahan dari pembatasan ganjil genap. Sehingga, jika ganjil genap diberlakukan, diprediksi akan terjadi penumpukan kembali di angkutan umum, apalagi saat ini masih menerapkan physical distancing," ucap Syafrin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.