JAKARTA, KOMPAS.com - Populasi bus listrik dan truk listrik di Indonesia sudah mulai marak. Bus kebanyakan dipakai untuk perkotaan seperti TransJakarta, sementara truk masih terbatas, baru Fuso eCanter saja.
Tapi kalau diperhatikan, operasional bus dan truk listrik secara ekosistem masih harus disiapkan oleh pemiliknya. Seperti charging station, biasanya bukan disediakan dari pemerintah, melainkan dibuat sendiri di pool atau tempat khusus.
Menurut President Director PT Daimler Commercial Vehicles Indonesia (DCVI) Naeem Hassim, agar bus dan truk listrik bisa berkembang di Indonesia, perlu ada bantuan untuk mempersiapkan ekosistem yang baik.
Baca juga: Jakarta E-Prix 2025: Balapan Mobil Listrik Kembali Hadir di Indonesia
"Lupakan produk, biayanya, kita harus menyiapkan ekosistem yang benar. Bukan soal charging station, tapi di mana menempatkannya, di mana rutenya," kata Naeem di Jakarta, Senin (17/3/2025).
Naeem menjelaskan, bus dan truk listrik berbeda dengan kendaraan penumpang. Kalau mobil pribadi, bisa direncanakan perjalanannya, di mana tempat untuk mengecas.
"Tapi kalau truk, hari ini minta diantar ke kota A, besok ke kota B, kota C. Tidak bisa bilang ke pengemudi cuma mengantar ke satu tempat yang itu-itu saja, karena truk bisa ke mana saja, makanya ekosistem itu penting" kata Naeem.
Baca juga: Jenis Angkutan Barang yang Boleh Beroperasi Saat Mudik Lebaran
Untuk saat ini memang belum siap untuk bus dan truk listrik beroperasi optimal di Indonesia. Naeem mengatakan, bukan tugas pemerintah saja, tapi pabrikan siap membantu apa kebutuhan untuk menciptakan ekosistem tersebut.
"Kalau ekosistem siap, semua merek akan membawa ratusan model bus dan truk listrik. Kita harus bekerja sama dengan pemerintah untuk menciptakan ekosistem di Indonesia," kata Naeem.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.