JAKARTA, KOMPAS.com - Sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) atau tilang elektronik terus berkembang. Belum lama ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan agar denda tilang elektronik bisa dipotong langsung dari rekening pelanggar.
Usulan tersebut disampaikan oleh anggota Komisi III DPR RI Wihadi Wiyanto, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, beberapa waktu lalu.
Baca juga: JLNT Casablanca Bakal Dipasang Kamera ETLE Tahun Ini
"Sistem ETLE, kalau kita mengacu kepada diri saya kebetulan kebiasaan nyetir juga mungkin overspeed, saya dikenai kena tilang juga saya di luar negeri," ujar Wihadi, dikutip dari siaran YouTube DPR RI, Kamis (13/7/2023).
Wihadi menambahkan, saat terkena lampu kamera ETLE, dirinya tidak ditilang oleh polisi. Tapi, pada saat kembali ke Indonesia, kartu kreditnya sudah otomatis dikenakan denda tilang.
"Saya harus bayar dengan credit card saya. Apakah mungkin e-tilang ini juga dikaitkan dengan nomor rekening pemilik masing-masing yang di mana langsung bisa potong denda yang harus dibayar oleh pelanggar?" kata Wihadi.
Baca juga: Korlantas Klaim Jumlah Kamera ETLE Statis Mencapai 433 Titik
Menurutnya, sistem tersebut harus dibentuk, sistem tilang elektronik juga harus diperbaharui. Khususnya, sistem dari data-data dari pemilik. Sehingga, dibutuhkan kerja keras untuk ke depannya.
"Saya katakan, bahwa yang namanya lalu lintas ke depannya ini (harus) menuju kedisiplinan. Kita semuanya kita harus disiplin untuk berlalu lintas," ujarnya.
Belum lama ini, Polri mengklaim bahwa saat ini sudah memiliki 433 kamera ETLE untuk yang statis, lima untuk weight in motion, 806 mobile handheld, dan 65 mobile on-board.
Menanggapi usulan anggota DPR tersebut, pengamat masalah transportasi dan hukum, Budiyanto, mengatakan, di era perkembangan teknologi digital yang begitu canggih, cara apapun bisa dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku.
"Adanya usulan anggota DPR agar denda pelanggaran lalu lintas dilakukan secara langsung dengan cara memotong saldo di bank atau kartu kredit, menurut pendapat saya, menjadi masukan untuk dianalisa dan dipertimbangkan untuk bisa dilaksanakan," ujar Budiyanto, saat dihubungi Kompas.com, belum lama ini.
"Namun, yang perlu kita ketahui bersama bahwa mekanisme penyelesaian terhadap pelanggaran lalu lintas sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan melibatkan tiga institusi, yakni kepolsian, kejaksaan, dan pengadilan," kata Budiyanto.
Budiyanto mengatakan, masing-masing institusi memiliki kewenangan yang berbeda dan tidak boleh saling mengintervensi.
Polri sebagai pelaksana di jalan yang melakukan penegakan hukum atau menilang terhadap pelanggaran, baik yang tertangkap tangan, adanya laporan, maupun dari hasil rekaman CCTV ETLE. dan mengirimkan berkas atau catatan hasil penindakan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan putusan.
"Tugas jaksa adalah sebagai eksekutor yang melaksanakan putusan pengadilan. Jadi, apabila usulan tersebut akan diakomodir harus ada payung hukum yang mengatur mekanisme tersebut. Ada MoU antara kepolisian, jaksa, dan pengadilan. Termasuk membangun sistem untuk memudahkan mekanisme kerja," ujarnya.
Selain itu, hal yg bersifat teknis pun harus diatur juga, termasuk kendala yang mungkin terjadi. Misal, pelanggar tersebut tidak memilki rekening bank atau ATM.
"Dengan adanya usulan pelanggaran lalu lintas langsung didenda dengan memotong saldo di Bank atau kartu kredit, perlu ada payung hukum, dan dalam tataran teknis perlu ada MoU serta sistem yang dibangun untuk memudahkan mekanisme kerja kerja," kata Budiyanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.