Alhasil, Thailand menjadi basis ekspor tidak hanya untuk Asia Tenggara, tetapi juga Australia, Timur Tengah dan Afrika.
Namun, dengan latar belakang pergeseran global ke EV, formula kemenangan suatu negara pada sektor otomotif berdasarkan kendaraan bermesin bensin, telah menjadi usang.
Sumber pemerintah Thailand mengatakan pembuat mobil Jepang bergerak terlalu lambat menuju kendaraan listrik. Mobil Jepang masih sangat populer di Thailand, tetapi antusiasme terhadap EV sangat tinggi.
Baca juga: 28 Akses Gerbang Tol yang Kena Ganjil Genap Jakarta
Supaya tidak tertinggal, Thailand pun menyatakan komitmennya untuk dapat menyumbang 30 persen atau lebih mobil listrik dari total mobil baru yang diproduksi di negara itu pada 2030 mendatang.
Tidak sampai di sana, mereka juga meluncurkan subsidi baru di Februari 2022 dengan bantuan hingga 150.000 baht (sekitar Rp 64,6 juta) untuk kendaraan listrik dari pabrikan yang berencana memproduksi lokal di Thailand.
Pajak komoditas pada mobil listrik penumpang juga diturunkan dari 8 persen jadi 2 persen. Sementara truk pikap listrik yang tingkat popularitasnya cukup tinggi di sana, akan dibebaskan dari bea.
Konsultan dari Amerika Serikat (AS) Akshay Prasad mengatakan, bahwa skema subsidi Thailand ini lebih imbang antara produksi dan penjualan dibandingkan negara-negara lain.
Lantas, siapakah yang paling efektif dan cepat untuk menyerap kondisi pasar dalam menuju era elektrifikasi kendaraan bermotor?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya