Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada 3 Alternatif Skema Insentif Kendaraan Listrik, Jokowi yang Akan Putuskan

Kompas.com - 21/02/2023, 16:20 WIB
Ruly Kurniawan,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perindustrian RI (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan sudah menyiapkan tiga alternatif skema pemberian insentif kendaraan bermotor listrik untuk mempercepat ekosistem elektrifikasi.

Alternatif tersebut ialah, diberikannya insentif pembelian, mengurangi Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), sampai pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 10 persen dari sebelumnya 11 persen.

"Jadi kemarin ada rapat terbatas (Ratas) yang dipimpin Bapak Presiden. Ia memberikan arahan kepada kami agar insentif untuk mobil listrik segera digulirkan," ucap Agus usai seremoni ekspor perdana Kijang Innova Zenix Hybrid di Karawang, Jawa Barat, Selasa (21/2/2023).

Baca juga: Pemerintah Akan Menaikkan Lagi Pajak LCGC, Jadi 5 Persen

Ilustrasi kendaraan listrik(Dok. Shutterstock/ Smile Fight) Ilustrasi kendaraan listrik

"Tapi formulasinya belum diputuskan. Jadi ada tiga program yang dalam waktu dekat ini akan segera diputuskan," lanjutnya.

Sayangnya dalam kesempatan tersebut Agus masih belum mau membicarakan lebih jauh mengenai tiga usulan program atau alternatif itu. Begitu pula batas waktu atau target diputuskannya.

Tetapi yang pasti, pemberian insentif kendaraan listrik dilakukan guna mempercepat pembentukan pasar elektrifikasi di dalam negeri.

"Sekarang (rumusan skema insentif) di Kementerian Keuangan. Tiga alternatif itu nanti Presiden yang memutuskan, apakah di mix atau bagaimana. Kami diminta menyiapkan formulasinya saja," ucap dia.

Baca juga: Kijang Innova Zenix Hybrid Resmi Diekspor dari Karawang

Ilustrasi motor listrik Yamaha E01KOMPAS.com/DIO DANANJAYA Ilustrasi motor listrik Yamaha E01

Sebelumnya Direktur Jenderal Industri Logal, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin) Taufiek Bawazier menginginkan instrumen PPN untuk mobil listrik dihilangkan.

Mengingat saat ini, sistem perpajakan di Indonesia untuk kendaraan bermotor, berlapis yang terdiri dari Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Bea Balik Nama Kendaraan (BBN), Pajak Penghasilan (PPh), sampai PPN.

"Sekarang kendaraan listrik sudah tidak dikenakan PPnBM, BBN di beberapa provinsi pun sudah ada yang dibebaskan. Nah, yang sedang kita usulkan, ada namanya PPN-DTP yaitu Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah," ucapnya di Jakarta, Senin (20/2/2023).

"Kalau bisa di nol kan, minimal mengurangi beban. Tapi bukan berarti ditutup sampai di situ saja, tapi sebagai gantinya pemerintah mendapatkan multiplier lain seperti PPnBM-DTP (insentif PPnBM) dulu," lanjut Taufiek.

Hal serupa juga sempat dinyatakan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi RI (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Di mana ia menginginkan adanya pemotongan PPN mobil listrik jadi 1 persen dari 11 persen menjadi 10 persen.

Baca juga: All New Lexus RX Meluncur di Indonesia, Punya 3 Model

Ilustrasi mobil listrik ToyotaCARSCOOPS.com Ilustrasi mobil listrik Toyota

Dengan skema itu, dipercaya pertumbuhan penjualan kendaraan listrik mampu untuk berakselerasi hingga 10 persen.

"Saya rasa untuk motor akan sekitar Rp7 juta. Dan mobil mungkin pengurangan pajaknya sekitar 10 persen. Saya bilang, jangan terlalu dipikirkan, buat sederhana saja," kata Luhut beberapa waktu lalu.

"Nanti yang mobil itu insentif dari 11 persen (pajak), kami bikin mungkin 1 persen, pajaknya. Subsidi, kan sama saja," lanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com